Lensa Bola – Seperti tak pernah belajar dari kesalahan, lagi-lagi Manchester United menunjukkan masalah yang sama yaitu inkonsistensi. Harapan para pendukung untuk melihat tim kesayangan mereka meraih dua kemenangan beruntun di Premier League musim ini akhirnya kembali pupus. Setelah pekan sebelumnya sukses menubangkan Chelsea dengan cukup menyakitkan, Setan Merah justru tersungkur ketika berkunjung ke markas Brentford.

Tak tanggung-tanggung, Setan Merah disengat silebah dengan skor 3-1. Kekalahan ini bukan hanya sekedar kehilangan poin, melainkan cerminan dari masalah mendalam yang terus menghantui klub. Kekalahan tersebut terasa lebih pahit karena memperlihatkan kelemahan-kelemahan klasik yang belum juga terselesaikan.

Mulai dari rapuhnya lini belakang, tumpulnya organisasi lini tengah, hingga keputusan taktis yang dipertanyakan dari sang manajer Ruben Amorim. Di tengah situasi kelam itu, satu-satunya titik terang muncul dari Benjamin Sesko yang akhirnya mencetak gol debutnya bersama klub. Namun, senyum tipis dari striker Slovenia itu seakan tenggelam dibalik rapor merah yang ditorehkan rekan-rekanya.

Sejak awal laga, masalah sudah terlihat jelas. Manchester United turun dengan formasi 3-4-2-1, menempatkan Hary Maguire di jantung pertahanan, sementara lini serang diisi oleh Benjamin Sesko dan Bryan Mbuemo. Namun, rencana Ruben Amorim berantakan hanya dalam hitungan menit.

Baru 8 menit laga berjalan, Aigor Tiago sukses menembus jebakan offside dan menaklukkan Altay Bayındır. Meski sempat ditinjau ulang melalui VAR, gol tersebut tetap sah karena sang striker Brentford dinyatakan dalam posisi onside. United semakin goyah setelah itu.

Bayındır dipaksa melakukan sejumlah penyelamatan, termasuk dari sundulan Stefan Deberg dan Nathan Collins. Namun, kegigihannya runtuh di menit ke-20 ketika sepakan Kevin Seth ditepisnya dengan lemah dan bola liar dimanfaatkan Aigor Tiago untuk mencetak gol keduanya. Skor berubah menjadi 2-0 dan atmosfer di kubu setan merah kian suram.

Untungnya, Benjamin Sesko mampu memperkecil ketertinggalan di menit ke-26. Gol tersebut bermula dari umpan Patrick Diorgu yang menciptakan kemelut di depan gawang. Kiper Brentford Koimin Keleher sempat menggagalkan dua peluang Sesko, tetapi striker muda itu akhirnya berhasil menjebol gawang.

Skor 1-2 menutup babak pertama dengan sedikit harapan bagi United untuk membalikan keadaan di babak kedua. Sayangnya, paruh kedua pertandingan tidak menghadirkan perubahan yang berarti. Kedua tim masih mempertahankan susunan pemain yang sama dan Brentford tetap mampu mendominasi ritme permainan.

United berusaha mencari peluang melalui serangan balik, salah satunya lewat kombinasi Bryan Mbuemo dan Mateusz Cunha. Tetapi, tembakan Cunha masih terlalu lemah dan masih mudah diamankan oleh Keleher. Amorim kemudian mencoba mengubah keadaan dengan memasukkan Kobe Maino dan Lenny Yoro pada menit ke-6-6.

Kehadiran Maino memang memberikan dampak positif dalam distribusi bola dan tempo permainan. Tetapi, momen terbaik United datang ketika mereka mendapatkan hadiah penalti. Nathan Collins dianggap mendorong Brian Buemo di kotak terlarang dan setelah pengecekan VAR, Wasit tetap memberi penalty.

Bruno Fernandes maju sebagai Algojo, tetapi sipakannya terlalu mudah untuk dibaca oleh Keleher. Kegagalan penalti itu menjadi titik balik yang meruntuhkan mental United. Bukannya menyamakan kedudukan, mereka justru kehilangan rasa percaya diri dan mementum yang sempat terbangun.

Brentford memanfaatkan kelengahan lawan untuk melancarkan serangan balik mematikan. Matthias Janssen, meski dikepung beberapa pemain United, mampu melepaskan tembakan akurat yang tak mampu dijangka oleh Bayindir. Goal ketiga tersebut memastikan kemenangan Brentford sekaligus mempertegas penderitaan Setan Merah yang kembali gagal menunjukkan konsistensi.

Kekalahan ini menjadi yang ketiga dalam enam pertandingan awal Premier League. Dengan koleksi tujuh poin, Setan Merah terpuruk di posisi ke-14 klasemen sementara. Jika harus menunjuk siapa yang layak dikritik, banyak jari tertuju pada Altay Bayindir.

Meski melakukan beberapa penyelamatan penting, ia juga menjadi penyebab lahirnya gol kedua Brentford karena blundernya saat menepis bola. Statistik tanpa clean sheet dalam enam Premier League musim ini adalah bukti bahwa posisinya sebagai kiper utama sama sekali tidak layak. Di lini pertahanan, Harry Maguire juga tampil buruk.

Pada gol pertama, ia gagal menjaga garis pertahanan sehingga Igor Thiago dengan mudah lolos dari kawalannya. Performa seperti ini menegaskan betapa rapuhnya lini belakang United, bahkan dengan kehadiran bek senior sekalipun. Dari sisi kanan, Diego Dalot tidak kalah bermasalah.

Ia seringkali kehilangan posisi, tampak ceroboh dan gagal memberi kontribusi berarti untuk menopang lini tengah. Serangan Brentford berulang kali datang dari sisinya, termasuk proses gol kedua. Di lini tengah, masalah semakin jelas ketika Bruno Fernandes gagal tampil sebagai pemimpin.

Sebagai kapten sekaligus eksekutor utama, ia kembali mengecewakan. Penalti yang gagal dieksekusi bukan hanya menghilangkan peluang emas menyamakan skor, tetapi juga membunuh momentum tim secara psikologis. Untuk pemain sekelas Fernandes yang diharapkan bisa menjadi pembeda, hal ini jelas merusak kepercayaan publik.

Tanggung jawab besar atas kekalahan ini tentu berada di pundak Ruben Amorim. Keputusannya untuk kembali mencadangkan Kobe Maino sejak menit awal menuai kritik dari banyak pihak. Padahal ketika dimainkan, pemain muda itu terbukti meningkatkan kualitas permainan tim.

Namun, pola serupa terus berulang di setiap pekan, seolah Amorim Ugan memberi kepercayaan penuh pada talenta mudanya. Selain itu, pemilihan Bayindir sebagai kiper utama juga menimbulkan tanda tanya. Dengan pertahanan yang rapuh, memainkan penjaga gawang yang masih minim pengalaman Premier League jelas beresiko tinggi.

Brentford pun dengan mudah mengeksploitasi kelemahan tersebut melalui bola-bola panjang. Amorim juga dikritik karena timnya terlihat meniru gaya bermain Brentford dengan mengandalkan lemparan ke dalam ke kotak penalti. Strategi ini memang menjadi tren baru di Premier League, tetapi tanpa pola yang jelas, hasilnya hanya menciptakan kekacauan di area pertahanan lawan.

United tidak mendapatkan manfaat signifikan dari taktik ini. Mereka malah terlihat semakin kebingungan. Seusai pertandingan, Amorim bahkan tanpa ragu menyebut bahwa kekalahan timnya diperburuk oleh kegagalan penalti Bruno Fernandes.

Ia menilai momen tersebut merugikan tim yang sedang berusaha kembali ke permainan. Sang pelatih juga menyayangkan bahwa anak asuhnya justru mengikuti gaya bermain lawan. Ia menegaskan bahwa jika United bermain dengan cara Brentford, maka akan sulit bagi mereka mengendalikan jalannya laga.

Sejak ditunjuk pada November 2024, ia belum sekalipun membawa United meraih kemenangan beruntun di Premier League. Statistik ini sangat memprihatinkan, apalagi United tidak memiliki jadwal padat karena absen dari kompetisi Eropa. Dengan waktu persiapan yang seharusnya lebih leluasa, performa tanpa arah seperti ini jelas sulit diterima.

Kekalahan dari Brentford juga menghapus momentum positif setelah kemenangan atas Chelsea. Kini, United terlempar di posisi ke-14 kelas men dengan hanya 7 poin dari 6 laga. Lebih ironis lagi, terakhir kali mereka meraih kemenangan beruntun di Liga terjadi pada Maret 2024 saat mereka masih ditangani oleh Eric Ten Hag.

Kekalahan dari Brentford tentu menjadi alarm keras bagi Manchester United. Inkonsistensi yang terus berulang menunjukkan ada masalah struktural baik dari sisi taktik, mental pemain maupun kualitas individu. Bayindir di bawah mistar, Maguire di pertahanan, Fernandes di lini tengah, hingga Amorim di pinggir lapangan, semuanya mendapatkan sorotan negatif.

lion mesdon
September 28, 2025
Tags: ,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *