Lensa Bola – Perjalanan Ruben Amorim bersama dengan Manchester United hingga kini masih jauh dari kata mulus. Sejak resmi ditunjuk sebagai manager pada November 2024, ia datang dengan membawa harapan besar. Publik Old Trafford berharap, sang pelatih asal Portugal dapat menjadi sosok yang sanggup mengembalikan kejayaan klub yang sudah lama meredup.

Namun, kenyataan di lapangan berbicara lain. Rangkaian hasil mengecewakan membuat perjalanan Amorim dipenuhi keraguan dan kritik tajam dari berbagai arah. Meski begitu, di tengah badai hujatan, ada sejumlah tanda positif yang bisa dijadikan fondasi untuk kebangkitan tim di masa mendatang.

Kekalahan terbaru dari Brentford di pekan ke-6 menjadi pukulan yang amat telak. Manchester United kalah dengan skor 1-3, dan kekalahan itu kembali mempertegas betapa sulitnya mereka meraih konsistensi. Para penggemar tentu geram, sebab hasil buruk tersebut membuat tim kembali terjebak di papan tengah klasmen.

Sejauh ini, Amorim telah memimpin United dalam 49 pertandingan di semua kompetisi. Hasilnya, Setan Merah hanya mampu meraih 19 kemenangan, kalah 21 kali, dan sisanya 9 pertandingan berakhir imbang. Angka ini jelas jauh dari standar klub sebesar United, apalagi bila melihat torehan di Premier League.

Dari 33 pertandingan Liga, United hanya mencatat 9 kemenangan. Catatan buruk itu diperparah dengan fakta bahwa United belum pernah meraih kemenangan secara beruntun di Liga bersama Amorim. Masalah utama yang menghentui United adalah inkonsistensi.

Tim ini sering tampil penuh agresifitas saat menghadapi lawan besar, tetapi kemudian tampil buruk ketika melawan tim yang seharusnya bisa dikalahkan. Contohnya, terlihat jelas ketika United meraih kemenangan penuh semangat melawan Chelsea, tetapi sepekan kemudian justru tumbang dengan cara menyakitkan di tangan Brentford. Pola naik turun seperti ini bukan hanya menghambat perjalanan mereka di klasmen, tetapi juga membuat para supporter frustasi.

Banyak pengamat menyebut bahwa United dibawah Amorim seperti berjalan satu langkah maju, lalu mundur dua langkah. Jika hanya melihat skor akhir dan posisi di klasmen, perjalanan Amorim memang tampak suram. Namun, laporan internal klub menunjukkan narasi berbeda.

Sejumlah data statistik modern menunjukkan adanya tren perbaikan. Expected Goal Team meningkat, jumlah tembakan tepat sasaran bertambah, sementara jumlah tembakan yang dihadapi pertahanan berkurang. Data-data ini menjadi indikasi bahwa struktur permainan United sebenarnya mulai terbentuk.

Filosofi Amorim memang belum menghasilkan kemenangan rutin, tetapi ada tanda-tanda bahwa tim sedang belajar menuju stabilitas. Absennya Manchester United dari kompetisi Eropa pada musim ini sebenarnya bisa menjadi keuntungan besar. Amorim memiliki waktu sepekan penuh untuk melatih tim dan menanamkan sistem yang diinginkannya.

Di klub-klub besar lain, manajer biasanya harus membagi fokus antara liga dan turnamen Eropa, sehingga waktu latihan efektif sangat terbatas. Sayangnya, kelebihan tersebut sejauh ini belum menghasilkan dampak nyata. Beberapa pemain terlihat masih kesulitan memahami sistem 3-4-2-1 yang menjadi andalan dari rubean Amorim.

Bahkan, tak jarang mereka tampak kebingungan di lapangan, seolah belum benar-benar menyerap instruksi pelatih. Namun, kesempatan bagi Amorim tetap terbuka lebar. Jika ia mampu memaksimalkan waktu latihan ini, bukan tidak mungkin United akan menemukan ritme terbaiknya di paruh kedua musim.

Meski ada tanda-tanda positif, kritik tajam tetap datang dari berbagai arah. Para legenda dan pandit sepak bola Inggris mempertanyakan kelayakan Amorim melatih klub sebesar Manchester United. Alan Shearer bahkan menyebut Amorim sangat beruntung masih dipercaya.

Martin Keown menambahkan bahwa mempertahankan Amorim adalah keputusan yang sulit untuk dipahami. Kritik tidak hanya soal hasil, tetapi juga menyasar kebijakan taktiknya. Amorim dianggap terlalu kaku dalam mempertahankan formasi 3-4-2-1.

Sistem tersebut dianggap mudah dieksploitasi lawan di Premier League yang penuh dengan pelatih jenius. Namun, Amorim tidak menunjukkan fleksibilitas untuk mencoba variasi lain, sehingga tim sering terjebak dengan kelemahan yang sama dari pekan ke pekan. Sikap Amorim dalam menanggapi isu pemecatan pun memancing kontroversi.

Ia menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak khawatir. Saya tidak pernah khawatir tentang pekerjaan. Itu bukan keputusan saya.

Setiap menit saya akan melakukan yang terbaik. Kalimat itu bisa dibaca sebagai bentuk kepercayaan diri. Tetapi, sebagian orang menilainya sebagai pernyataan arogan yang seakan menantang manajemen klub.

Tak heran jika kabar mengenai calon pengganti Amorim mulai beredar kencang. Manchester United disebut sudah menyiapkan daftar 3 kandidat utama yang bisa menggantikan posisi sang pelatih apabila situasi tak kunjung membaik. Nama pertama yang muncul adalah Gareth Shotgate, mantan pelatih tim nasi Inggris itu.

Kabarnya sudah bertemu dengan Sir Jim Ratcliffe. Shotgate memiliki reputasi membawa The Three Lions tampil kompetitif di panggung besar. Ia sukses mengantar Inggris ke semifinal piala dunia 2018 dan dua kali ke final piala Eropa pada 2020 serta 2024.

Banyak yang percaya Shotgate mampu membawa stabilitas, meski banyak keraguan apakah ia sanggup menghadapi tekanan besar di Premier League bersama dengan klub sebesar United. Kemudian, kandidat kedua adalah Oliver Glessner. Namanya semakin mencuat setelah sukses bersama dengan Crystal Palace.

Glessner membawa Crystal Palace menjuara IPL AFA 2024-2025 lalu tampil luar biasa di musim berikutnya. Hingga pekan ke-6 Premier League 2025-2026, Crystal Palace menjadi satu-satunya tim yang belum terkalahkan. Bahkan, mereka berhasil menghentikan laju Liverpool dengan kemenangan 2-1.

Prestasi sebelumnya bersama dengan Eintracht Frankfurt juga menambah reputasinya, terutama ketika ia berhasil membawa klub Jerman itu menjuara Liga Eropa 2021-2022. Banyak pihak menilai Glessner bisa menjadi sosok yang membawa United kembali ke jalur kejayaan, meski tentu membutuhkan waktu dan kesabaran. Kemudian, nama terakhir yang masuk ke dalam radar adalah Graham Potter.

Pilihan ini yang paling menuai kontroversi. Potter baru saja dipecat Derwisham United setelah hanya meraih 1 kemenangan dari 6 pertandingan awal musim. Rekam jejaknya bersama dengan Chelsea juga bisa dibilang buruk.

Ditunjuk sebagai manajer pada September 2022, ia hanya bertahan 7 bulan sebelum dipecat setelah mencatatkan 12 kemenangan dari 31 laga, disertai 11 kekalahan dan 8 hasil imbang. Melihat catatan tersebut, banyak pihak menilai menjadikan Potter sebagai calon pengganti Amorim adalah langkah yang sangat beresiko. Manchester United dengan segala sejarah dan ekspektasi besarnya tidak seharusnya mengambil opsi yang penuh tanda tanya seperti ini.

Situasi Manchester United bersama dengan Amorim kini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, ada tanda-tanda perbaikan dalam permainan yang menunjukkan filosofi sang pelatih mulai membuahkan hasil. Namun di sisi lain, hasil nyata di papan skor tidak mendukungnya.

Dalam sepak bola modern, terutama di klub sebesar United, kesabaran biasanya sangat tipis. Pendukung lebih menuntut kemenangan instan ketimbang proses panjang. Jika Amorim gagal segera mengubah trend negatif, kemungkinan besar manajemen akan mengambil keputusan tegas untuk mengakhiri kerjasama.

Namun, bila diberi waktu lebih panjang, bukan mustahil ia bisa membalikan keadaan dan membuktikan bahwa proses yang selama ini dijalankannya memang layak untuk dipertahankan.

lion mesdon
September 29, 2025
Tags: ,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *