
Lensa Bola – Timnas Indonesia harus mengubur mimpi tampil di Piala Dunia 2026, setelah kalah tipis 0-1 dari Irak dalam laga ke-2 Grup B putaran ke-4 kualifikasi Piala Dunia 2026. Pertandingan yang digelar di stadion King Abdullah Sport City Jeddah itu, menjadi akhir dari perjalanan panjang squad Garuda, dalam upaya mencatatkan sejarah tampil di ajang sepak bola paling bergangsi di dunia. Gol tunggal yang dicetak oleh Zidan Iqbal, menjadi penentu hasil yang menyakitkan bagi Indonesia, sekaligus menutup peluang mereka melangkah lebih jauh.
Kekalahan ini, tidak hanya menggugurkan harapan besar publik untuk melihat Garuda di panggung dunia, tetapi juga meninggalkan konsekuensi serius bagi masa depan tim nasional. Dengan tersingkirnya Indonesia dari kualifikasi, tim Asuhan Patrick Kluivert kini akan menghadapi periode minim kompetisi internasional hingga tahun depan. Setelah rangkaian laga kualifikasi berakhir, Indonesia tidak memiliki ajang resmi untuk diikuti dalam waktu dekat.
Satu-satunya kesempatan Garuda untuk menjaga ritme permainan dan menjaga posisi di rangking FIFA adalah melalui pertandingan uji coba internasional bertajuk FIFA Match Day. Meski bukan ajang kompetitif, laga-laga tersebut tetap penting untuk mempertahankan atmosfer kompetisi di tubuh tim, serta menjaga kekompakan para pemain. Selain itu, partisipasi dalam FIFA Match Day juga membantu Indonesia tetap diperhitungkan di level internasional, terutama dalam upaya untuk menarik minat tim-tim besar dunia untuk beruji coba.
Dalam dua tahun terakhir, PSSI berhasil mengundang sejumlah tim besar seperti Argentina dan Curaçao untuk datang ke tanah air. Pertandingan semacam itu tidak hanya menjadi tontonan menarik bagi supporter, tetapi juga sarana belajar yang berharga bagi para pemain Indonesia. Bukan tidak mungkin, tahun depan akan ada kembali tim nasional kelas dunia yang bersedia menghadapi Indonesia.
Laga-laga seperti itu akan menjadi momentum penting untuk menjaga performa para pemain diaspora yang kini menjadi tulang punggung tim nasional seperti Jay Idzes, Kevin Diks, Emil Audero, dan Calvin Verdonk. Kempatnya, ini menjadi simbol transformasi sepak bola Indonesia menuju arah yang lebih profesional dan kompetitif di level Asia. Meski gagal ke piala dunia, timnas Indonesia masih memiliki agenda lain yang menanti, yaitu Piala AFF 2026 dan Piala Asia 2027.
Turnamen antar negara Asia Tenggara itu dijadwalkan berlangsung pada 25 Juli hingga 26 Agustus 2026 dan menjadi kesempatan emas bagi Indonesia untuk menebus kegagalan di kualifikasi Piala Dunia. Dengan fondasi sekuat yang telah terbentuk dari perjalanan panjang kualifikasi, peluang Indonesia di Piala AFF 2026 dinilai cukup terbuka. Pengalaman bertanding melawan tim-tim besar Asia seperti Jepang, Australia, dan Irak diharapkan bisa menjadi model berharga dalam menghadapi negara-negara di kawasan ASEAN yang memiliki kualitas permainan berbeda.
Piala AFF 2026 juga berpotensi menjadi ajang pembuktian generasi baru sepak bola Indonesia. Jika pemain-pemain diaspora seperti Jay Idzes., Emil Audero, dan Kevin Diks dapat bergabung, kekuatan Indonesia akan meningkat signifikan. Turnamen tersebut digelar bertepatan dengan jeda kompetisi Eropa, sehingga peluang bagi mereka untuk memperkuat Garuda cukup terbuka.
Namun, keputusan akhir terkait komposisi tim berada di tangan PSSI dan pelatih kepala. Belum bisa dipastikan apakah Indonesia akan menurunkan skuad terbaiknya atau kembali mengandalkan pemain muda seperti pada edisi-edisi sebelumnya. Apapun pilihannya, masyarakat berharap Piala AFF 2026 dapat menjadi titik balik bagi Indonesia untuk mengakhiri penantian panjang meraih gelar juara pertama di level Asia Tenggara.
Di tengah kekecewaan akibat kegagalan lolos ke Piala Dunia, satu kabar baik datang untuk sedikit mengobati luka para pendukung Garuda. Keberhasilan Indonesia melaju hingga putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026, secara otomatis memastikan tiket ke Piala Asia 2027 yang akan digelar di Arab Saudi pada 7 Januari hingga 5 Februari 2027. Capaian ini menjadi bukti nyata peningkatan kualitas sepak bola nasional dalam beberapa tahun terakhir.
Indonesia kini akan bergabung dengan 17 negara terbaik di Asia tanpa harus melalui jalur kualifikasi tambahan. Dengan keberhasilan ini, fokus berikutnya adalah mempersiapkan tim sebaik mungkin agar bisa tampil kompetitif di ajang kontinental tersebut. Beberapa pemain seperti Jay Idzes, Emil Audero, Kevin Diks hingga Calvin Verdonk kini tengah berada dalam masa-masa karir mereka.
Pengalaman mereka di klub-klub Eropa diharapkan menjadi aset berharga bagi timnas Indonesia di Piala Asia mendatang. Salah satu pilar pertahanan Garuda, Jay Idzes menegaskan bahwa kegagalan ke Piala Dunia tidak akan mematahkan semangat tim. Kami tahu kami telah gagal, tetapi kami akan menjadikan pengalaman ini sebagai pelajaran berharga untuk tampil lebih baik di Piala Asia.
Ucapan tersebut menggambarkan mentalitas positif yang kini mulai tertanam di tubuh tim nasi Indonesia. Semangat untuk terus belajar dan berkembang meski sempat jatuh. Namun di sisi lain, surutan tajam tertuju pada pelatih kepala Patrick Kluivert.
Kegagalan Indonesia menembus Piala Dunia 2026 membuat posisi pelatih asal Belanda itu menjadi bahan perdebatan publik. Tagar Kluivert out, ramai bergema di dunia maya, mencerminkan kekecewaan supporter terhadap hasil yang tidak sesuai harapan. Kluivert sendiri ditunjuk sebagai pelatih timnas Indonesia pada 8 Januari 2025, menggantikan Shin Tae Yong yang dipecat oleh federasi.
Namun perjalanan Kluivert bersama dengan Garuda sejauh ini dinilai kurang mengesankan. Dalam 8 pertandingan yang ia jalani, Indonesia mencatatkan 3 kemenangan, 1 hasil imbang dan 4 kekalahan. Menariknya, semua kekalahan terjadi di laga tandang, termasuk melawan Australia, Jepang, Irak dan Arab Saudi.
Selama masa kepemimpinannya, timnas Indonesia telah kebobolan 15 kali dan hanya mampu mencetak 10 gol. Kemenangan terbesar terjadi ketika Indonesia membantai Taiwan 6-0, sementara kekalahan paling telak dialami saat menghadapi Jepang dengan skor 0-6. Catatan tersebut menimbulkan keraguan terhadap kemampuan Kluivert dalam membawa Garuda bersaing di level tertinggi Asia.
Tak heran, jika disakan publik agar PSSI melakukan evaluasi besar-besaran di jajaran pelatih mulai bermunculan. Beberapa laporan menyebutkan bahwa federasi tengah mempertimbangkan langkah untuk mengganti Kluivert demi menyegarkan suasana tim dan memulai era baru timnas Indonesia. Beberapa nama pelatih top dunia mulai dikaitkan sebagai kandidat mengganti Kluivert.
Salah satu yang paling santer dibicarakan adalah Jesus Casas, pelatih asal Spanyol yang sebelumnya menangani timnas Irak. Casas baru saja diberhentikan pada Mei 2025 dan kini berstatus bebas kontrak. Ia dinilai sebagai sosok yang ideal karena sudah cukup mengenal karakter permainan Indonesia mengingat ia tiga kali berhadapan dengan Garuda sepanjang 2023-2024.
Selain itu, pendekatan taktisnya yang disiplin dan gaya kepelatihannya yang terstruktur dianggap mampu membawa warna baru bagi tim nasional. Selain Casas, nama Luis Mila juga kembali mencuat. Pelatih asal Spanyol ini memiliki rekam jejak yang baik bersama dengan Indonesia ketika menangani tim pada periode 2017-2018.
Di bawah asuannya, permainan Indonesia terlihat lebih terorganisir dan disiplin. Luis Mila juga dikenal memiliki kedekatan emosional dengan para pemain muda. Setelah meninggalkan Persibandung pada 2023, ia belum kembali melatih klub manapun, sehingga peluang untuk kembali ke kursi pelatih tim nasi Indonesia cukup terbuka.
Kandidat yang tak kalah menarik adalah Thomas Doll, mantan pelatih Persija Jakarta itu sudah memahami kultur sepak bola Indonesia dan karakter pemain lokal. Thomas Doll memiliki pengalaman panjang di Eropa, termasuk menukangi Borussia Dortmund dan Hamburger SV. Dengan pendekatan taktis modern dan kemampuan komunikasi yang baik, Thomas Doll menjadi jembatan antara sepak bola Eropa yang terstruktur dengan semangat khas para pemain Indonesia.
Tak ketinggalan, nama Shin Tae Yong juga masih berada dalam daftar calon. Meski sempat berpisah dengan federasi, pelatih asal Korea Selatan ini tetap menjadi sosok yang dicintai publik Indonesia. Di bawah arahannya, Indonesia sempat menembus level tertinggi Asia Tenggara dan memperlihatkan semangat juang yang luar biasa.
Shin Tae Yong dikenal memahami karakter pemain Indonesia dengan baik dan memiliki kemampuan membangun fondasi tim dari nol. Jika PSSI ingin mengembalikan stabilitas dan semangat juang, memanggil kembali Shin Tae Yong bisa menjadi langkah realistis, sekaligus simbol rekonsiliasi antara pelatih, pemain, dan supporter.