
Lensa Bola – Tim nasional Curacao, kini menjadi salah satu kisah paling menarik di kualifikasi piala dunia 2026 zona Konkakaf. Negara kecil di Laut Karibia yang dulunya jarang mendapatkan sorotan dunia sepak bola itu, kini perlahan menorehkan jejak bersejarah. Di bawah arahan pelatih berpengalaman dik-advokat, The Blue Family tampil luar biasa konsisten dan semakin dekat untuk meraih tiket keputaran final piala dunia pertama dalam sejarah mereka.
Pada match deketiga grup B kualifikasi piala dunia 2026 zona Konkakaf, Curacao menorehkan kemenangan penting atas Jamaika. Bermain di hadapan ribuan pendukung setia, Curacao menunjukkan performa solid dan disiplin tinggi sejak awal laga. Keunggulan pertama datang di babak pertama lewat aksi Livano-Komenensia.
Setelah turun minum, Kurasao menggandakan keunggulan melalui kanji gore. Goal gore, tak hanya memastikan kemenangan 2-0, tetapi juga mempertegas status Curacao sebagai pemuncak kelas men sementara grup B. Kemenangan atas Jamaika menjadi hasil positif ketiga dari tiga laga yang sudah dijalani. Sebelumnya, Kurasao membuka kampanye mereka dengan hasil imbang 0-0 di kandang Trinidad dan Tobago.
Kemudian, melanjutkan dengan kemenangan dramatis 3-2 atas bermuda. Dari tiga laga tersebut, tim Asuhan Dick Advocates berhasil mengoleksi 7 poin tanpa sekalipun menelan kekalahan. Hasil ini menempatkan Kurasao di posisi yang sangat menguntungkan untuk bisa melangkah ke fase berikutnya.
Hanya tiga pertandingan tersisa yang memisahkan mereka dari tiket bersejarah menuju piala dunia 2026. Sebuah pencapaian yang sebelumnya dianggap mustahil bagi negara dengan luas wilayah hanya 444 km persegi. Jika tren positif ini berlanjut, bukan tidak mungkin, dunia akan menyaksikan debut Curacao di panggung sepak bola terbesar sejagat.
Curacao sendiri merupakan negara otonom dalam Kerajaan Belanda yang terletak di selatan Laut Karibia. Dikenal dengan pantainya yang indah dan masyarakat multikultural, Curacao memiliki populasi yang tidak lebih dari 200 ribu jiwa. Meski kecil, semangat olahraga di negara ini sangatlah tinggi, terutama dalam hal sepak bola.
Menurut laporan ABC News, timnas Curacao berdiri secara independen pada tahun 2010 setelah pembubaran antilain Belanda. Sebelumnya, pemain-pemain dari wilayah ini bermain di bawah bendera antilain Belanda. Sejak berdiri sendiri, Federasi Sepak Bola Kurasao berupaya keras membangun sistem pembinaan yang modern dengan menggandeng banyak pelatih dan pemain diaspora yang tumbuh di Eropa terutama di Belanda.
Kini, hasil kerja keras itu mulai terlihat nyata. Nama-nama seperti Tahichong, Juninho Bakunya hingga Jurgen Lokadia menjadi tulang punggung tim. Mereka adalah pemain berdarah Curacao yang ditempah di sistem sepak bola Belanda, negara dengan salah satu akademi terbaik di dunia.
Keputusan untuk membangun tim dengan kombinasi pemain lokal dan diaspora menjadi kunci kebangkitan mereka di level internasional. Namun, sebelum eradik advokat membawa stabilitas dan efektivitas permainan, Curacao pernah memiliki hubungan emosional dengan sosok yang kini menjadi pelatih Timnas Indonesia Patrick Kluivert. Legenda sepak bola Belanda itu pernah dua kali menukangi Curacao, yaitu pada periode 2015 hingga 2016 dan kembali lagi pada 2021.
Kala itu, Kluivert mendapatkan banyak pujian karena berhasil menarik perhatian para pemain keturunan Curacao yang berkarir di Eropa untuk membela negara leluhur mereka. Hadiran Patrick Kluivert memang membawa semangat baru bagi sepak bola Curacao saat itu. Banyak pemain yang awalnya ragu, akhirnya bersedia membela Panji The Blue Family karena reputasi besar dari sang pelatih.
Namun, meski sukses dalam hal membangun jaringan dan motivasi, sisi taktik Curacao justru menjadi titik lemah yang banyak dikritik. Namun, taktiknya buruk sekali. Selama pertandingan, para pemain kami tampak kebingungan.
Taktiknya hanya bermainlah dan lakukan sesuatu. Pemain-pemain kami lahir dan besar di Belanda, tetapi bahkan mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan di bawah Curacao. Pernyataan ini mencerminkan pengalaman internal yang kurang positif selama masa kepemimpinan Patrick Kluivert.
Meski dihormati karena karismanya, pendekatan taktik yang minim struktur membuat Curacao kerap tampil tidak konsisten. Ironisnya, beberapa tahun setelah meninggalkan Curacao, Patrick Kluivert kini menghadapi tantangan besar bersama timnas Indonesia. Di saat mantan tim Asuanya melangkah dengan penuh percaya diri di jalur menuju piala dunia, Indonesia justru harus menelan kekecewaan pahit setelah tersingkir dari kualifikasi zona Asia.
Dalam laga melawan Irak, Indonesia kalah tipis 0-1 melalui gol tunggal dari Zidane Iqbal. Kekalahan itu mengubur mimpi Garuda untuk tampil di piala dunia 2026. Seusai laga, Kluivert menyampaikan rasa kecewa mendalam atas hasil tersebut.
Saya merasa sangat kecewa, karena kami semua mulai dari staff medis dan teknis, hingga para pemain telah bekerja keras untuk mencapai tujuan ini. Sayangnya, pernyataan tersebut belum cukup untuk menenangkan kekecewaan publik. Kritik deras mengalir di media sosial dan forum sepak bola nasional.
Bahkan, sebagian pendukung menilai kegagalan ini merupakan akibat dari pendekatan taktik yang tidak efektif, sebagaimana pernah disorot oleh media dan penggemar di kurasaw beberapa tahun sebelumnya. Tagar Patrick Kluivert pun menjadi trending di berbagai platform media sosial. Tekanan terhadap PSSI meningkat tajam, dengan banyak pihak mendesak federasi untuk mengevaluasi masa depan sayang pelatih.
Sementara itu, di sisi lain dunia, Dick Advocat justru menjadi sosok yang membawa stabilitas dan arah jelas bagi Curacao. Pelatih asal Belanda yang syarat pengalaman itu, dikenal dengan pendekatan taktis yang disiplin dan terukur. Ia sebelumnya menukangi berbagai tim besar seperti Timnas Belanda, Rusia hingga klub seperti PSV dan Zenit Saint Petersburg.
Di tangan Advocat, Curacao tidak lagi bermain tanpa arah. Ia menanamkan filosofi permainan yang mengandalkan organisasi tim, disiplin posisi serta efisiensi dalam menyerang. Kombinasi pemain diaspora yang teknikal, dengan pemain lokal yang bersemangat tinggi, menjadikan Curacao tampil berkarakter kuat.
Lebih dari sekedar taktik, Advocat juga menekankan pentingnya mental juara. Ia kerap menyebut bahwa ukuran sebuah tim bukan ditentukan oleh besar kecilnya negara, melainkan oleh keyakinan kolektif yang dimiliki oleh para pemain. Pernyataan ini, seolah mencerminkan perjalanan Curacao yang kini selangkah lagi menuju mimpi terbesar mereka.
Jika mampu mempertahankan performa impresif dalam tiga laga tersisa, Curacao berpotensi mencatatkan sejarah sebagai salah satu negara terkecil yang pernah tampil di piala dunia. Pencapaian itu, akan menjadi simbol kebangkitan sepak bola Karibia, serta bukti nyata bahwa visi jangka panjang dapat mengalahkan keterbatasan sumber daya.