
Lensa Bola – Final Piala Dunia U20 2025 akan menjadi ajang pertemuan dua kekuatan dari benua yang berbeda, Argentina dari Amerika Selatan dan Maroko dari Afrika Utara. Pertandingan yang digelar di Chile pada Senin 20 Oktober 2025 waktu Indonesia Barat ini bukan sekedar laga perebutan trofi, melainkan juga simbol dari perubahan peta kekuatan sepak bola muda dunia. Argentina datang dengan reputasi sebagai raksasa tradisional yang telah lama mendominasi kompetisi usia muda, sementara Maroko tampil sebagai kejutan besar yang menegaskan kebangkitan sepak bola Afrika di tingkat global.
Kedua tim melangkah ke partai puncak setelah meraih kemenangan dramatis pada laga semifinal yang digelar di dua kota berbeda di Chile. Argentina memastikan tiket ke final setelah mengalahkan Colombia dengan skor tipis 1-0 di Stadion Nasional Santiago, sedangkan Maroko sukses menyingkirkan Perancis melalui adu penalty dengan skor 5-4. Laga antara Argentina dan Colombia mempertemukan dua kekuatan besar dari Amerika Selatan.
Pertandingan berjalan alat sejak menit awal, dengan kedua tim berusaha menguasai permainan melalui penguasaan bola di lini tengah. Argentina yang diasuh oleh pelatih Diego Placente menampilkan permainan lebih sabar dan terorganisasi. Setelah babak pertama berakhir tanpa gol, Placente melakukan perubahan taktik dengan mendorong lini serang lebih agresif.
Perubahan itu berbuah manis di menit ke-71, ketika Matteo Silvetti, penyerang muda yang kini bermain untuk Inter Miami berhasil memanfaatkan kelengahan pertahanan Colombia. Tendangan kelasnya menembus gawang lawan dan menjadi satu-satunya gol dalam pertandingan tersebut. Colombia berupaya untuk menyamakan kedudukan.
Namun, usaha mereka pupus setelah John Renteria diganjar kartu merah pada menit ke-78. Bermain dengan 10 pemain membuat Colombia kesulitan menandingi tempo Argentina dan skor 1-0 bertahan hingga laga usai. Kemenangan ini menegaskan status Argentina sebagai kekuatan utama di sepak bola usia muda.
Dengan keberhasilan ini, mereka melangkah ke final ke-9 sepanjang sejarah piala dunia U-20. Diego Placente memuji kedisiplinan dan mentalitas anak asuhnya yang mampu tampil tenang di bawah tekanan. Kami bermain bukan hanya dengan teknik, tetapi juga dengan hati.
Para pemain muda ini layak bermain di final. Sementara itu, di kota Valparaiso, Maroko mencatatkan sejarah baru dengan lolos ke final piala dunia U-20 untuk pertama kalinya. Menghadapi Prancis yang berstatus salah satu unggulan, Maroko tampil penuh determinasi sejak awal.
Mereka unggul lebih dulu setelah keeper Prancis Lisandro Piere Olmeta melakukan kesalahan fatal yang berujung gol bunuh diri. Namun, keunggulan tersebut tak bertahan lama karena Lucas Michael menyemakan kedudukan untuk Prancis lewat sepakan jarak jauh yang tak mampu dihalau oleh keeper Maroko. Pertandingan kemudian berlanjut ke babak perpanjangan waktu yang berjalan sangat ketat.
Prancis harus bermain dengan 10 pemain setelah Rabbi Nzinga Ullah menerima kartu kuning kedua pada menit ke-107. Meski unggul jumlah pemain, Maroko tidak mampu mencetak gol tambahan karena pertahanan Prancis tetap solid. Akhirnya, pertandingan harus ditentukan melalui adu penalti yang menegangkan.
Para pemain muda Maroko menunjukkan mental baja saat mengeksekusi penalti dengan percaya diri. Mereka menang 5-4 dan memastikan tiket ke final disambut sorak gembira ribuan supporter yang memadati stadion. Pelatih Maroko Muhammad Wahbi menyebut kemenangan itu sebagai momen bersejarah bagi sepak bola negaranya.
Kami telah bekerja keras selama bertahun-tahun untuk sampai ke titik ini. Para pemain menunjukkan disiplin, keberanian dan semangat pantang menyerah. Kesuksesan Maroko ini menjadi bukti nyata hasil investasi besar federasi mereka dalam pembinaan pemain muda.
Setelah tim senior mereka mencetak sejarah dengan mencapai semifinal piala dunia 2022 di Qatar, kini giliran generasi muda mereka menorehkan prestasi serupa di level U-20. Pertemuan antara Argentina dan Maroko di final piala dunia U-20 2025 menjanjikan duel penuh intrik dan gaya permainan yang kontras. Argentina mengandalkan penguasaan bola dan keunggulan teknis khas Amerika Selatan, sementara Maroko tampil mengandalkan kecepatan, kekompakan serta kekuatan fisik.
Duel ini seolah mempertemukan dua filosofi sepak bola berbeda, satu mewakili warisan panjang tradisi sepak bola dunia dan satu lagi melambangkan semangat baru dari benua Afrika yang tengah bangkit. Selain menghadirkan pertarungan seru di lapangan, Piala Dunia U-20 2025 juga menjadi ajang penting bagi FIFA untuk menguji sistem baru bernama Football Video Support atau FVS. Sistem ini merupakan inovasi teknologi yang dirancang untuk membantu wasit dalam membuat keputusan tanpa harus menggunakan sistem VAR secara penuh.
FIFA memperkenalkan FVS bagai solusi alternatif bagi kompetisi yang memiliki keterbatasan dana atau sumber daya untuk menerapkan VAR secara menyeluruh. Berbeda dengan VAR yang membutuhkan banyak kamera dan ofisial video, sistem FVS hanya memanfaatkan maksimal 4 kamera dan bersifat lebih sederhana. Dalam sistem ini, masing-masing pelatih diberi satu kartu khusus berwarna biru atau ungu yang dapat digunakan untuk meminta wasit meninjau kembali sebuah keputusan penting.
Permintaan ini hanya boleh dilakukan segera setelah insiden terjadi dengan pelatih mengangkat tangan dan memutar jari sebagai tanda sebelum menyerahkan kartu kepada ofisial keempat. Jika peninjauan terbukti benar, pelatih masih memiliki dua kesempatan tantangan, namun jika salah, satu kesempatan akan hilang. Ketua Komite Wasit FIFA Pierre-Louis G. Colina menjelaskan bahwa FVS bukanlah versi modifikasi dari VAR, melainkan sistem mandiri yang ditujukan bagi kompetisi dengan sumber daya terbatas.
FVS membantu wasit tanpa memerlukan infrastruktur besar. Ini bukan VAR versi murah, melainkan solusi efisien agar keadilan bisa ditegakkan di semua level sepak bola. Ia juga menambahkan bahwa hasil uji coba awal menunjukkan respon yang positif dan menjanjikan masa depan cerah bagi penerapan sistem ini.
Salah satu momen penting penggunaan FVS terjadi pada laga semifinal antara Marokko dan Prancis. Ketika pertandingan berjalan ketat di babak pertama, pelatih Marokko Mohamed Wahbi mengangkat kartu biru setelah timnya merasa berhak mendapatkan penalti akibat dugaan pelanggaran di kotak terlarang. Setelah tayangan ulang diperiksa, wasit memutuskan bahwa keputusan awalnya benar dan permainan dilanjutkan tanpa perubahan.
Meski permintaan Wahbi tidak menghasilkan penalti, sistem FVS menunjukkan bagaimana teknologi ini dapat membantu meningjau keputusan secara cepat tanpa mengganggu jalannya pertandingan. FIFA sebelumnya juga telah menguji FVS di Piala Dunia U-17 Putri di Republik Dominika dan mendapatkan tanggapan positif dari International Football Association Board sebagai pembuat aturan sipak bola dunia. Sistem ini dinilai berhasil memberikan transparasi tambahan di pertandingan tanpa membutuhkan biaya besar.
Uji coba serupa juga telah dilakukan di Italia pada kompetisi seri C dan seri A Putri serta di Spanyol pada Liga F Putri dan Primera Federazione Putra. (6:48) Lebih dari 200 pertandingan telah menggunakan sistem ini dan sebagian besar pelatih serta wasit menilai FVS efektif dalam membantu pengambilan keputusan tanpa memperlambat permainan. Melalui penerapan FVS, FIFA berusaha memastikan bahwa keadilan dalam sipak bola bisa dijangka oleh semua kompetisi, tidak hanya yang memiliki dana besar.
Teknologi ini menjadi simbol dari semangat inklusif dalam olahraga global di mana inovasi tidak hanya dimiliki oleh elit tetapi juga dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh dunia. Dengan demikian, final Argentina kontra Marokko di Piala Dunia U-20 2025 akan menjadi panggung sejarah bukan hanya karena mempertemukan dua benua dengan gaya bermain berbeda tetapi juga karena menjadi bagian dari era baru sipak bola modern yang menggabungkan semangat kompetisi, inovasi teknologi dan keadilan dalam satu panggung megah. Argentina membawa warisan panjang dan pengalaman bertanding di level dunia sementara Marokko membawa semangat baru dan harapan jutaan penggemar Afrika.
Di sisi lain, kehadiran FVS menunjukkan bahwa sipak bola terus berkembang menuju masa depan yang lebih inklusif, adil dan transparan. Apapun hasilnya nanti, final ini akan dikenang sebagai simbol perubahan baik bagi perjalanan sipak bola muda maupun bagi evolusi teknologi di dunia olahraga.






