Lensa BolaJuventus harus pulang dari Santiago Bernabu dengan kepala tertunduk setelah menelan kekalahan tipis 0-1 dari Real Madrid pada match day ketiga Liga Champions Kamis dini hari waktu Indonesia Barat. Goal Tunggal Judd Bellingham menjadi pembeda dalam pertandingan yang berjalan ketat dan syarat emosi tersebut. Kekalahan ini menambah panjang tren negatif Juventus yang kini sudah 7 laga tanpa kemenangan di semua ajang, menandai periode sulit bagi tim yang pernah begitu disegani di Eropa.

Pertandingan di Bernabu berlangsung dengan tempo tinggi sejak awal. Real Madrid yang tampil di hadapan publik sendiri langsung mengambil inisiatif serangan. Kombinasi Vinicius Junior, Rodrigo dan Jude Bellingham terus menguji ketahanan-pertahanan Juventus.

Meski begitu, pasukan Igor Tudor menunjukkan disiplin dan organisasi permainan yang baik terutama di lini belakang yang dikomandoi oleh Danilo dan Bremer. Babak pertama pun berakhir tanpa gol meski Real Madrid mendominasi penguasaan bola dan peluang. Memasuki babak kedua, dominasi Real Madrid semakin terasa.

Tekanan berulang dari sayap membuat Juventus mulai kehilangan ritme permainan. Pada menit ke-6-3, Madrid akhirnya memecah kebuntuan. Vinicius Junior melepaskan tembakan keras dari dalam kotak penalti yang membentur tiang gawang, dan bola muntah disambar Judd Bellingham menjadi gol.

Michael De Gregorio hanya bisa terpaku melihat bola bersarang di gawangnya. Gol tersebut menjadi satu-satunya gol di laga itu sekaligus memperpanjang rekor apik Bellingham di kompetisi Eropa musim ini. Statistik menunjukkan, Real Madrid jauh lebih dominan dengan 66 persen penguasaan bola dibanding 34 persen milik Juventus.

Madrid juga mencatatkan 26 tembakan dengan 9 tepat sasaran, sedangkan Juventus hanya menciptakan 11 tembakan dengan 6 mengarah ke gawang. Perbedaan kualitas dan efisiensi menjadi faktor utama yang memisahkan kedua tim malam itu. Pusailaga, pelatih Juventus Igor Tudor, tak menutupi kekecewaannya.

Ia menilai, Namun, kekalahan ini memperparah posisi Juventus di kelas men sementara Liga Champions. Dengan 2 poin dari 3 pertandingan, mereka masih tertahan di posisi ke-25 kelasmen. Tekanan terhadap Igor Tudor pun semakin besar.

Dalam 9 laga terakhir di semua kompetisi, Juventus belum meraih kemenangan. Hasil imbang melawan AC Milan, dan kekalahan dari Como, membuat Bion Coneri terpuruk di posisi ke-7 kelasmen seri A dengan 12 poin, kalah selisih gol dari Como. Situasi ini, menjadi refleksi dari masalah yang lebih besar luka masa lalu yang belum sembuh.

Sejak runtuhnya proyek Mega Bintang Cristiano Ronaldo, Juventus terus berjuang memperbaiki diri di tengah badai finansial dan krisis manajemen. Pada masa kepemimpinan Andrea Agnelli, Juventus pernah mendominasi seri A dengan 9 gelar beruntun. Namun dibalik itu, terdapat masalah serius dalam pengelolaan keuangan klub.

Investasi yang dilakukan selama periode pandemi COVID-19, mengungkap pelanggaran administratif dan manipulasi nilai transfer. Akibatnya, klub dijatuhi sanksi pengurangan poin, denda 20 juta euro, serta larangan tampil di kompetisi Eropa selama satu musim. Kejatuhan itu menjadi pukulan telak bagi klub.

Andrea Agnelli akhirnya mengundurkan diri pada 2022, menandai akhir dari era panjang kepemimpinannya. Di bawah kendali John Elkan, Juventus mulai melakukan restrukturisasi besar-besaran untuk memulihkan reputasi klub, sekaligus menstabilkan keuangan. Meski laporan keuangan tahun ini menunjukkan penurunan kerugian dari 123 juta euro menjadi 58 juta euro, perjalanan menuju kestabilan masih panjang.

Juventus ini bukan lagi tim yang menakutkan di lapangan, melainkan klub yang sedang mencari identitas baru. Mereka mencoba membangun tim muda yang lebih eksplosif dan dinamis, namun inkonsistensi masih menjadi masalah utama. Dalam sembilan laga terakhir, Juventus gagal mencetak kemenangan, menunjukkan betapa rapuhnya fondasi permainan mereka saat ini.

Di tengah situasi sulit, muncul secerca harapan dalam sosok Kenan Yildiz. Pemain muda berusia 20 tahun asal Turki ini, menjadi simbol regenerasi dan semangat baru Juventus. Bergabung dari bayar muncen pada 2022, Yildiz kini menjadi salah satu pemain paling menjanjikan di Serie A. Kreatifitas, keberanian dan daya bermainnya yang flamboyant, mengingatkan banyak orang pada Alessandro Del Piero muda.

Para divasi berharap Yildiz bisa menjadi ikon kebangkitan baru, seperti Del Piero pada 2008 ketika mencetak dua gol di Bernabu, dan mendapatkan standing ovation dari publik Madrid. Namun, Juventus masa kini berbeda dari era kemasan itu. Mereka masih dibayangi beban masa lalu dari proyek Ronaldo, yang gagal hingga kasus finansial yang belum sepenuhnya tuntas.

Transfer yang tidak efisien, keputusan manajerial yang keliru, dan perubahan pelatih yang terlalu sering, membuat klub kesulitan menemukan arah yang jelas. Empat tahun setelah kepergian Ronaldo, Juventus masih membayar mahal kesalahan tersebut. Kini, posisi Igor Tudor pun mulai digoyang.

Tekanan dari manajemen dan supporter semakin meningkat. Juventus sudah berinvestasi besar di bursa transfer musim panas lalu, namun hasil belum sesuai harapan. Media Italia mulai menyebut nama Rafael Palladino sebagai kandidat pengganti.

Pelatih muda tersebut dikenal sukses bersama dengan Monza dengan filosofi permainan menyerang berbasis penguasaan bola. Gaya yang dianggap cocok untuk membangun kembali DNA offensif Juventus. Meski begitu, sebagian pihak di internal klub menilai, Tudor masih pantas diberi kesempatan.

Ia dianggap sedang berada dalam fase membangun tim dan memulai menanam fondasi permainan yang lebih modern. Kami sedang membangun sesuatu. Hasilnya belum terlihat, tapi progresnya nyata.

Ia menegaskan bahwa fokusnya adalah menumbuhkan kembali mentalitas kompetitif di ruang ganti, sesuatu yang sempat hilang dalam beberapa musim terakhir. Kekalahan dari Real Madrid di Bernabu seakan menjadi simbol perjalanan panjang Juventus saat ini. Berjuang keras, punya peluang, tetapi selalu gagal menuntaskannya.

Klub dengan sejarah 36 gelar seri A itu, kini menghadapi tantangan besar dalam era modern. Bukan sekedar kembali memenangkan trofi, tetapi menemukan kembali siapa mereka sebenarnya. Perjalanan menuju kebangkitan pun tidak akan mudah.

Juventus harus menata ulang filosofi permainan, memperkuat fondasi finansial, dan memulihkan citra yang rusak akibat skandal masa lalu. Namun, dibalik segala keterpurukan, ada semangat baru yang mulai tumbuh. Pemain-pemain muda seperti Yildiz, Federico Gatti, dan Niccolo Fagiolo menjadi simbol harapan bahwa Bianconeri masih bisa bangkit dengan cara yang berbeda, bukan lewat nama besar, melainkan kerja keras dan identitas baru.

lion mesdon
Oktober 23, 2025
Tags: ,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *