
Lensa Bola – FIFA, secara resmi memperkenalkan turnamen baru bernama FIFA ASEAN CUP, sebuah kompetisi regional yang akan mempertemukan seluruh negara anggota Asia Tenggara di bawah koordinasi langsung badan sepak bola dunia. Pengumuman bersejarah ini diresmikan oleh Presiden FIFA Gianni Infantino dalam kunjungannya ke konferensi tingkat tinggi ASEAN ke-47 di Kuala Lumpur, Malaysia Minggu 26 Oktober 2025. Dalam kesempatan itu, Infantino menandatangani Nota Kesepahaman atau MOU dengan Sekretaris Jenderal ASEAN Dr. Kau Kim Horn sebagai simbol kerjasama resmi antara FIFA dan ASEAN.
Penandatanganan tersebut disaksikan langsung oleh Ketua ASEAN sekaligus Perdana Menteri Malaysia Dato Seri Anwar Ibrahim. Kerjasama antara FIFA dan ASEAN sejatinya bukanlah hal baru. Gagasan ini sudah muncul sejak KTT ASEAN 2019 di Thailand ketika kedua pihak menandatangani kesepakatan awal untuk memajukan sepak bola di kawasan Asia Tenggara.
Tujuan utamanya meliputi peningkatan kesadaran hidup sehat melalui olahraga, mendorong inklusivitas lewat program FIFA Football for Schools, melindungi anak-anak dari eksploitasi, serta membangun kesadaran akan pentingnya integritas olahraga, termasuk kampanye melawan pengaturan skor dan doping. Seiring berjalannya waktu, implementasi kerjasama itu berkembang melalui berbagai inisiatif sosial dan pendidikan. Namun, pada tahun 2025, FIFA memutuskan untuk membawa kolaborasi ini ke tingkat kompetitif dengan memperkenalkan FIFA ASEAN Cup, sebuah turnamen resmi yang berada langsung di bawah struktur FIFA.
Meskipun format resmi FIFA ASEAN Cup belum diumumkan secara detail, FIFA telah mengindikasikan bahwa turnamen ini akan mengikuti pola FIFA Arab Cup, sebuah ajang yang sukses digelar di Timur Tengah. FIFA Arab Cup pertama kali diselenggarakan pada 2021 di Qatar, yang juga berfungsi sebagai ajang uji coba menjelang Piala Dunia 2022. Turnamen tersebut diikuti 23 negara Arab dengan 9 tim terbaik berdasarkan peringkat FIFA lolos langsung ke fase grup, sementara 14 tim lainnya harus melalui babak kualifikasi untuk memperbutkan 7 tiket tersisa.
Fase grup dimainkan dengan sistem round robin, di mana dua tim teratas dari tiap grup melaju ke babak knockout hingga ke final yang berlangsung dalam format satu leg. Model ini dianggap sukses dalam hal penyelenggaraan, keterlibatan publik dan komersialisasi, sehingga FIFA ingin mengadaptasinya untuk kawasan Asia Tenggara. Dengan format serupa, FIFA ASEAN Cup diprediksi akan menggunakan struktur yang menyesuaikan jumlah peserta dari 11 negara Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, Vietnam, Filipina, Myanmar, Laos, Kamboja, Brunei Darussalam, dan Timor Leste, yang baru diakui sebagai anggota penuh ASEAN pada 2025.
Dengan demikian, kemungkinan besar, turnamen ini akan memiliki 16 slot tim dengan sistem kualifikasi pra-turnamen bagi negara peringkat lebih rendah. Babak grup akan berisi 4 grup yang masing-masing terdiri dari 4 tim, dan dua tim terbaik dari setiap grup akan melaju ke fase 8 besar. Format ini dirancang agar kompetisi berlangsung kompetitif, namun tetap efisien dalam durasi penyelenggaraan.
Salah satu hal yang paling penting dalam peluncuran FIFA ASEAN Cup adalah statusnya sebagai turnamen resmi FIFA. Dengan status ini, pertandingan-pertandingannya akan masuk ke dalam kalender internasional FIFA, sehingga klub-klub di seluruh dunia wajib melepas pemain mereka untuk memperkuat tim nasional masing-masing. Hal ini menjadi pembeda utama dengan piala AFF, kompetisi yang selama hampir 3 dekade menjadi ajang terbesar sepak bola Asia Tenggara karena selama ini piala AFF tidak masuk dalam kalender resmi FIFA.
Akibatnya, banyak negara kesulitan memanggil pemain yang berkarir di luar negeri karena tidak ada kewajiban bagi klub untuk melepas mereka. Kini, dengan status resmi tersebut, negara-negara seperti Indonesia, Vietnam, dan Thailand bisa menurunkan skuad terbaik mereka, termasuk para pemain yang bermain di Eropa dan Timur Tengah. Hal itu tentu akan meningkatkan kualitas pertandingan dan daya tarik turnamen.
Namun, kehadiran FIFA ASEAN Cup juga memunculkan potensi konflik kepentingan dengan ASEAN Football Federation atau AFF, organisasi yang selama ini menjadi pengelola resmi kompetisi sepak bola di Asia Tenggara. Sejak 1996, AFF telah menggelar piala AFF dan pada edisi 2024, turnamen ini bahkan telah berganti nama menjadi ASEAN Cup. Edisi berikutnya dijadwalkan berlangsung pada Juli hingga Agustus 2026.
Kehadiran turnamen FIFA ASEAN Cup dengan nama dan cakupan wilayah serupa memunculkan resiko dualisme turnamen. Di satu sisi, AFF ASEAN Cup telah memiliki sejarah panjang, basis penggemar yang kuat, dan nilai emosional yang tinggi di mata publik. Di sisi lain, FIFA ASEAN Cup membawa legitimasi global karena diselenggarakan langsung oleh badan tertinggi sepak bola dunia.
Kondisi ini menimbulkan dilema bagi negara-negara ASEAN. Mereka harus menimbang antara mempertahankan loyalitas terhadap AFF yang telah membina sepak bola regional selama puluhan tahun, atau berpartisipasi dalam proyek FIFA yang menawarkan peluang lebih besar dalam hal eksposur internasional dan potensi finansial. Beberapa pengamat menilai, jika keduanya tidak dikelola dengan koordinasi yang baik, bisa terjadi rebutan panggung antara FIFA dan AFF.
Bahkan, isu rebutan nama ASEAN Cup telah menjadi sorotan karena kesamaan penamaan berpotensi membingungkan publik dan sponsor. Bagi Indonesia, kehadiran FIFA di ASEAN Cup membuka babak baru dalam peta kompetisi internasional. Selama ini, Timnas Indonesia belum pernah menjuara IPL AFF meski sudah enam kali mencapai final.
Turnamen ini bisa menjadi ajang baru untuk menunjukkan kemajuan sepak bola nasional sekaligus memperbaiki peringkat di rangking FIFA. Karena seluruh pertandingan FIFA ASEAN Cup akan diakui dalam hitungan poin dan rangking FIFA. Setiap kemenangan akan memiliki dampak langsung terhadap posisi Indonesia di kelas main dunia.
Selain itu, status turnamen yang diakui FIFA juga berpotensi menarik investasi baru di bidang olahraga termasuk peningkatan fasilitas latihan, pengembangan stadion berstandar internasional, dan pelatihan tenaga profesional di bidang kepelatihan serta manajemen tim. Secara regional, FIFA ASEAN Cup juga dapat menjadi katalisator untuk memperkuat identitas sepak bola Asia Tenggara. Selama ini, kawasan ASEAN dikenal memiliki fanbase besar, namun belum sepenuhnya mendapatkan perhatian dari FIFA seperti kawasan Eropa, Afrika, atau Amerika Selatan.
Dengan adanya turnamen resmi ini, Asia Tenggara dapat menunjukkan potensinya sebagai pasar dan pusat pertumbuhan sepak bola dunia. Negara-negara seperti Vietnam, Thailand, dan Malaysia sudah menyatakan minat menjadi tuan rumah edisi perdana karena melihat potensi besar dari segi ekonomi, pariwisata, dan diplomasi olahraga. Meski demikian, ada sejumlah tantangan besar yang harus dihadapi sebelum turnamen ini benar-benar terlaksana.
Salah satunya adalah penyesuaian jadwal. Karena turnamen ini akan masuk kalender resmi FIFA, pelaksanaannya harus diselaraskan dengan agenda internasional agar tidak bentrok dengan kompetisi domestik maupun AFF Cup. Tantangan lainnya adalah pembagian otoritas antara FIFA, AFC, dan AFF dalam hal regulasi, perizinan, serta hak siar.
Jika tidak diatur dengan jelas, perbedaan kepentingan bisa menghambat kelancaran penyelenggaraan. Selain itu, faktor pendanaan dan sponsor juga menjadi perhatian. Sebagai turnamen baru, FIFA ASEAN Cup membutuhkan dukungan finansial kuat agar dapat berjalan berkelanjutan.
Namun, dengan campur tangan langsung dari FIFA, peluang mendapatkan sponsor global jauh lebih besar dibandingkan dengan turnamen regional sebelumnya. Dukungan dari perusahaan besar dan penyiar internasional diharapkan dapat meningkatkan daya jual kompetisi sekaligus memperluas jangkauan penontonnya. Secara keseluruhan, peluncuran FIFA ASEAN Cup 2025 menandai babak baru dalam sejarah sepak bola Asia Tenggara.
Di satu sisi, turnamen ini merupakan bentuk nyata sinergi antara FIFA dan ASEAN dalam memajukan olahraga dan memperkuat hubungan antar negara melalui sepak bola.






