Lensa Bola – Crystal Palace, kembali menunjukkan diri sebagai momok berbahaya bagi Liverpool sepanjang tahun 2025. Dalam laga babak keempat Carabao Cup atau Piela Liga Inggris yang digelar di Stadion Anfield, Kamis Dini Hari Waktu Indonesia Barat, The Eagles secara mengejutkan menaklukkan juara bertahan Liga Inggris itu dengan skor telah 3-0. Hasil tersebut menegaskan dominasi Palace atas Liverpool musim ini, sekaligus menjadi kemenangan ketiga mereka dari tiga pertemuan di sepanjang tahun berjalan.

Sebelumnya, tim asuhan Oliver Glassner itu sudah dua kali menaklukkan Liverpool. Pertama, mereka menang lewat adu penalti pada ajang Community Shield bulan Agustus lalu, setelah bermain imbang 2-2 di waktu normal. Lalu, pada laga Premier League di Selhards Park bulan September, Palace kembali berjaya 2-1 melalui gol dramatis di menit-menit akhir.

Kini, kemenangan ketiga dengan skor mencolok di kandang lawan, menegaskan bahwa Crystal Palace bukan lagi sekedar tim kuda hitam. Melainkan, kekuatan baru yang sanggup mengguncang dominasi kelepapan atas Inggris, pelati Liverpool Arneslot memilih menurunkan tim muda untuk laga ini. Nama-nama besar seperti Mohamed Salah, Alexander Isaac, Hugo Eketike hingga Florian Wirtz, tidak masuk dalam daftar starter.

Keputusan ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan bermain bagi pemain pelapis dan akademi, namun justru menjadi bumerang. Kurangnya pengalaman dan koordinasi antarlini, membuat Liverpool gagal mengimbangi organisasi permainan Palace yang tampil jauh lebih matang. Di sisi lain, Oliver Glessner tetap mengandalkan mayoritas pemain utama.

Kombinasi lini depan yang diisi oleh Deici Kamada, Jeremie Pino dan Ismail Azhar tampil sangat berbahaya. Kebuntuan akhirnya pecah pada menit ke-41. Kesalahan komunikasi di lini belakang Liverpool menjadi awal dari malapetaka.

Joe Gomez gagal mengantisipasi umpan terobosan Kamada, sementara back kanan Jose Angel Munoz juga terlambat menutup ruang. Bola liar jatuh ke kaki Ismail Azhar, yang dengan tenang melepaskan tembakan mendatar ke pojok kanan bawah gawang Freddie Woodman. Goal ini membuat Palace unggul 1-0 dan membungkam ribuan pendukung tuan rumah di bawah hujan lebat Anfield.

Belum sempat Liverpool memperbaiki konsentrasi, Palace kembali menghukum mereka 4 menit berselang. Kombinasi cepat antara Kamada, Pino dan Sar menembus pertahanan The Reds. Dan winger asal Senegal itu kembali menunjukkan ketajamannya.

Dengan penyelesaian klinis dari dalam kotak penalti, Sar menggandakan keunggulan menjadi 2-0. Dalam waktu kurang dari 5 menit, Palace berhasil mengubah jalannya laga, sekaligus mematahkan semangat Liverpool. The Reds mencoba bereaksi, tetapi serangan mereka monoton dan mudah dipatahkan.

Paruh pertama pun ditutup dengan keunggulan 2-0 bagi tim tamu. Di babak kedua, Arneslott mencoba menambah tenaga segar. Ia memasukkan pemain muda seperti Amara Nalo, Kaide Gordon dan Willy Tinaki untuk memberikan energi baru.

Namun, pergantian itu tak banyak membantu. Krisis Liverpool semakin parah di menit ke-7-9, ketika Amara Nalo menjatuhkan Justin Defney dalam situasi satu lawan satu. Wasit tak ragu mengeluarkan kartu merah langsung, membuat tuan rumah harus bermain dengan 10 orang.

Situasi itu dimanfaatkan dengan sangat baik oleh Crystal Palace. Kesempatan itu datang pada menit ke-8-8. Jefferson Lerma merebut bola di lini tengah dan langsung memberikan umpan cepat kepada Jeremy Pinho.

Winger asal Spanyol itu menggiring bola ke kotak penalti dan melepaskan tembakan mendatar yang tak mampu dijangkau oleh Woodman. Goal ketiga itu memastikan kemenangan mutlak 3-0 untuk The Eagles. Tak ada nama lain yang lebih pantas disebut pahlawan selain Ismail Hazard.

Winger berusia 27 tahun asal Senegal itu tampil luar biasa dengan mencetak 2 goal dan menjadi mimpi buruk bagi pertahanan Liverpool. Uniknya, Sar selalu mencetak goal di 3 pertemuan terakhir melawan Dredge pada tahun 2025. Total 4 goal dari 3 laga.

Catatan ini menunjukkan betapa konsistennya sang pemain saat menghadapi tim Aswan Arne Slot. Kini, 2 goal cepatnya dianvil, mempertegas statusnya sebagai salah satu pemain paling berpengaruh di bawah Asuhan Glessner. Secara statistik, performa Sarr di laga ini sangat impresif.

Ia membuat total 5 percobaan tembakan, 2 diantaranya berbuah goal, serta mencatat 25 sentuhan bola selama 62 menit di lapangan. Meskipun tak terlalu banyak terlibat dalam distribusi bola, dengan hanya 6 umpan akurat, pergerakannya selalu efektif. 5 kali sentuh hanya di kotak penalti lawan, menghasilkan 2 goal yang menentukan.

Tak heran, Fotmob memberinya rating 9,1 dan menobatkannya sebagai man of the match. Kemenangan telak ini bukan sekedar hasil dari keberuntungan, melainkan buah dari proses panjang yang dibangun Glessner sejak awal musim. Mantan pelatih Interac Frankfurt itu, sukses membawa filosofi permainan berbasis organisasi dan efisiensi transisi ke dalam tubuh Peles.

Para pemainnya terlihat memahami peran masing-masing, Kamada sebagai playmaker yang mengatur tempo, Lerma sebagai jangkar pertahanan, dan Sar bersama Pinos sebagai eksekutor cepat dari sisi sayap. Secara statistik, Peles menjadi salah satu tim dengan tingkat keberhasilan konversi peluang tertinggi di Premier League musim ini. Mereka jarang menciptakan banyak peluang, tetapi hampir setiap serangan berbuah ancaman nyata.

Filosofi tersebut kembali terlihat di Anfield, dimana Peles hanya mengasai bola 38%, namun mampu menghasilkan 8 tembakan tepat sasaran, 3 diantaranya berbuah goal. Kemenangan ini juga mempertegas reputasi Glessner sebagai pelatih yang PY dalam menyiapkan taktik untuk kelaga besar. Dalam 3 pertemuan terakhir, ia selalu mampu mengeksploitasi kelemahan Liverpool, terutama dalam hal transisi bertahan.

Ketika lini belakang Dredge naik terlalu tinggi, Peles selalu memanfaatkan ruang kosong di belakang dengan serangan langsung yang cepat dan terukur. Bagi publik sepak bola Inggris, hasil ini menjadi pengingat bahwa dominasi klub besar-besar untuk kapan saja, terutama jika lawan datang dengan rencana matang, dan pemain seperti Sar yang tampil dalam performa terbaiknya. Di tengah surutan hujan Anfield yang dingin, The Eagles terbang tinggi dan meninggalkan jejak sejarah.

Tiga kemenangan atas Liverpool dalam satu tahun, sesuatu yang jarang terjadi dalam era Premier League modern.

lion mesdon
November 1, 2025
Tags:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *