
Lensa Bola – Italia mengalami malam kelam di San Siro setelah takluk 1-4 dari Norwegia pada laga terakhir Grup E Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Eropa, Senin Dini Hari Waktu Indonesia Barat. Pertandingan yang awalnya terlihat berada dalam kendali penuh azuri berubah menjadi bencana pada babak kedua, menegaskan bahwa tim juara dunia 4 kali itu masih terperangkap dalam krisis performa yang panjang. Kekalahan ini bukan hanya sekedar kehilangan 3 poin, tetapi juga memperlihatkan rapuhnya mentalitas dan struktur permainan Italia pada momen-momen penting.
Situasi ini semakin memperparah kecemasan publik, karena Italia kini harus kembali menempuh jalur playoff untuk meraih tiket keputaran final. Sesuatu yang pernah 2 kali gagal mereka tuntaskan dalam 8 tahun terakhir. Meski peluang lolos sangat tipis, namun sejak menit awal, tim Asuhan Genaro Gattuso tampil penuh energi dan ambisi meraih kemenangan.
Di sisi lain, Norwegia yang unggul produktivitas 9 gol belum menunjukkan keganasannya di awal laga. Matteo Politano menjadi pemain pertama yang menguji pertahanan Norwegia lewat umpan silang tajam dari sisi kanan. David Fratesi tak ketinggalan menciptakan peluang melalui sepakan dari sudut sempit pada situasi bola mati, memaksa keeper Orian Nailan sigap mengamankan bola.
Serangan-serangan awal itu memperlihatkan niat Italia untuk mengamankan kemenangan sejak awal, agar menghindari tekanan berlarut yang bisa berbalik menjadi boomerang. Peluang bersih pertama datang pada menit ketujuh, ketika Giovanni Di Lorenzo mengirimkan bola ke kotak penalti, dan berhasil disundul oleh Francesco Esposito. Bola jatuh tepat di jalur Federico Di Marco yang langsung mengeksekusi tembakan first time, namun upaya itu hanya melebar tipis di sisi tiang jauh.
Italia semakin mengarahkan serangan-serangannya ke sisi kiri pertahanan Norwegia, memanfaatkan celah yang berulang kali terlihat di area tersebut. Gelombang serangan itu pada akhirnya terbayar pada menit kesebelas. Di Marco, melakukan kombinasi cepat dengan Matteo Retegi sebelum melepaskan umpan tarik rendah.
Esposito, yang bergerak tanpa kawalan, menyambar bola dengan penyelesaian cepat untuk membawa Italia unggul 1-0. Serakan keras publik San Siro menggema menandai gol ketiga sang penyerang muda di level internasional. Italia bukan hanya unggul skor, tetapi juga mendominasi penguasaan bola hingga lebih dari 70% pada 20 menit pertama.
Norwegia, tanpa kesulitan menjaga struktur serangan mereka. Dua penyerang Antonio Nussa dan Alexander Sorloth beberapa kali mencoba membangun serangan balik. Namun, selalu dipatahkan barisan belakang Italia yang tampil solid melalui intervensi Alessandro Bastoni dan Gianluca Mancini.
Hanya saja, dominasi ini belum cukup untuk memberikan rasa aman bagi Azuri, terutama mengingat kondisi lapangan yang menjadi licin akibat hujan deras. Pada menit ketiga-enam, Italia hampir menggandakan keunggulan ketika Di Marco kembali mengirimkan bola silang akurat. Esposito yang bergerak ke depan gawang mencoba menanduk bola dari jarak dekat, tetapi sundulannya masih melebar.
Jalannya pertandingan sempat memanas menjelang babak pertama berakhir setelah Reto Egi terjatuh di kotak penalti, usai terjadi kontak dengan Hegem. Para pemain Italia menuntut penalti, namun wasi tetap pada keputusan awalnya setelah berkonsultasi dengan VAR. Meskipun intensitas pertandingan meningkat, Norwegia tetap tidak mampu menghasilkan peluang berbahaya, hingga babak pertama ditutup dengan keunggulan Italia 1-0.
Namun, perubahan drastis terjadi ketika babak kedua dimulai. Norwegia tampil dengan intensitas dan ketajaman yang sangat berbeda dibandingkan babak pertama. Hanya beberapa detik setelah kick-off, Charlotte langsung melepaskan tembakan keras yang mengenai jaring luar, mengirim sinyal bahwa mereka telah mengubah pendekatan permainan.
Tekanan berlanjut ketika Charlotte kembali menguji donar rumah dari jarak jauh pada menit ke-4-9. Tak lama kemudian, umpan silang Torsved melewati mulut gawang Italia tanpa ada satupun pemain yang menyambar, menandakan bahwa pertahanan Italia mulai kehilangan koordinasi. Serangan Norwegia akhirnya menghasilkan gol penyeimbang pada menit ke-6-3.
Dalam sebuah serangan yang tersusun rapi, bola mengalir dari kaki Charlotte ke tengah, di mana Berger dengan cerdik membiarkan bola lewat untuk memberi ruang kepada Nusa. Sang winger muda itu melakukan dua sentuhan sebelum melepaskan tembakan keras ke arah tiang dekat yang sempat mengenai pemain Italia dan membuat donar rumah tak berdaya. Skor berubah menjadi 1-1, dan sejak saat itu, Italia mulai terlihat kehilangan arah.
Irama permainan mereka tersendat dan permainan pressing yang semula agresif berubah menjadi pasif. Pergantian pemain yang dilakukan pelatih Italia tidak mampu memperbaiki situasi. Justru Norwegia semakin percaya diri dan bintang mereka Erling Haalan mengambil alih panggung.
Pada menit ke-7-8, Oscar Bob melepaskan umpan silang akurat dan Haalan tanpa ragu menuntaskannya dengan volley keras yang merobek gawang Italia. Gol ini membuat Norwegia berbalik unggul 2-1 dan memicu kepanikan di kubu Italia. Hanya berselang satu menit, Haalan kembali mencetak gol, memanfaatkan umpan terobosan Morten Torsby.
Dengan ketenangan luar biasa, striker Manchester City itu mencungkil bola melewati donaruma, mengubah skor menjadi 3-1, dan semakin menegaskan kelasnya sebagai salah satu striker paling mematikan di dunia. Dua gol dalam waktu satu menit itu menghancurkan mental Italia, sementara Haalan menyamai rekor top skor kualifikasi zona Eropa. Italia berusaha keluar dari tekanan lewat Politano, tetapi dua peluang yang ia dapatkan lewat tusukan dari sisi kanan gagal menemui sasaran.
Ketika waktu tambahan memasuki menit-menit akhir, Norwegia menutup kemenangan mereka dengan gol keempat, Torsby kembali menunjukkan visinya dengan melepaskan umpan ke sisi kanan yang diterima oleh Jorgen Strandlarsen. Striker itu melakukan aksi individunya sebelum mengirim bola ke sudut kiri bawah gawang, memastikan Norwegia menang telak 4-1. Hasil ini membuat Norwegia merayakan kelolosan mereka ke piala dunia 2026, sementara Italia terpaksa kembali masuk dalam lingkaran ketidakpastian di babak playoff.
Bagi negara yang pernah menjadi salah satu kiblat sepak bola dunia, ini adalah sebuah tamparan keras. Italia sebelumnya gagal lelas ke piala dunia 2018, setelah kalah agregat 0-1 dari Sweden. Empat tahun kemudian, mereka mengalami kekalahan yang tak kalah memalukan ketika Macedonia Utara mengalahkan mereka 0-1 di Palermo pada babak playoff piala dunia 2022.
Kini, dengan piala dunia 2026 akan diikuti oleh 48 tim, tidak lolos lagi akan menjadi ironi paling pahit dalam sejarah sepak bola Italia. Jurnalis sepak bola Italia James Horncastle menyoroti situasi ini dengan tajam. Dalam sebuah podcast, ia mengatakan bahwa kegagalan Italia pada 2018 sudah digambarkan sebagai apokaliptik atau kiamat kecil bagi sepak bola Italia.
Dengan jumlah peserta piala dunia yang kini bertambah, ia bahkan menyebut bahwa tidak ada lagi kata yang cukup untuk menggambarkan betapa besarnya kegagalan yang akan menimpa Italia jika mereka kembali absen di piala dunia 2026. Baginya, kegagalan kali ini akan melampaui seluruh krisis yang pernah dialami Italia sebelumnya. Ini bukan hanya masalah teknis atau taktik, tetapi menunjukkan krisis sistematik dalam regenerasi, pengelolaan tim, dan mentalitas pada pertandingan-pertandingan besar.
Dengan kekalahan telak dari Norwegia, Italia kini berada di persimpangan jalan. Mereka harus menghadapi babak playoff dengan tekanan luar biasa dan harapan publik yang semakin merosot. Jika tidak segera menemukan solusi nyata dalam struktur tim dan pendekatan taktik, Azuri berhadapan dengan potensi mencatatkan sejarah kelam, absen di tiga piala dunia berturut-turut.
Sebuah skenario yang tidak pernah terbayangkan bagi tim yang pernah empat kali menjadi juara dunia dan menjadi ikon sepak bola global.






