
Lensa Bola – Timnas Indonesia sedang berada di titik penuh harapan baru. Kemenangan 6-0 atas Taiwan di Stadion Glora bung Tomo, Surabaya, Jumat 5 September 2025, bukan sekedar pesta gol. Laga ini juga menjadi panggung lahirnya dua nama yang kini dieluk-elukan publik Garuda, yaitu Mauro Zijlstra dan Milano Jonathans.
Kedua pemain yang baru saja resmi menjadi warga negara Indonesia itu menjalani debutnya dengan menawan. Zijlstra hanya butuh 8 menit di lapangan untuk bisa menggetarkan Taiwan, meski pada akhirnya gol tersebut dianulir oleh wasit. Sementara Jonathans, yang bermain penuh percaya diri di sisi kanan, beberapa kali menciptakan peluang berbahaya dengan kecepatan dan kelincahannya.
Meski tidak mencetak gol, aksinya sudah cukup membuktikan bahwa Timnas kini punya tambahan amunisi yang berkelas. Pelatih Patrick pun tak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Ia menyebut Zijlstra punya kualitas striker Eropa modern, sedangkan Jonathans adalah pemain sayap yang bisa memberi perbedaan.
Tapi ada satu nama lain yang membuat kombinasi ini semakin menggiurkan, yaitu Ole Romeny. Sebelum mengalami cedera, Ole Romeny sempat menjadi wajah baru Timnas Indonesia yang membuat lini serang lebih hidup. Ia dikenal sebagai pemain serbabisa, bisa bermain sebagai penyerang tengah, sayap kiri dan bahkan false nine.
Mobilitasnya membuka ruang bagirkan satu tim, sementara naluri golnya membuat Indonesia punya finishing yang lebih tajam. Sayangnya, cedera sempat memaksa Ole Romeny absen. Namun, bayangkan jika ia kembali pit, lalu berdiri sejajar dengan Mauro Zijlstra di depan dan Miliano Jonathans di sisi kanan.
Publik sepak bola Indonesia pun mulai membayangkan sebuah trio maut yang bisa mengubah wajah lini depan Garuda. Dengan formasi 4-3-3, Zijlstra ditempatkan di ujung tombak sebagai striker murni. Tugasnya jelas yaitu menjadi eksekutor utama di kotak penalti.
Dengan postur tinggi dan insting predator, ia bisa menjadi ancaman lewat duel udara maupun penyelesaian satu sentuhan. Di sisi kanan, ada Miliano Jonathans. Kecepatan dan akselerasinya membuat back lawan dipaksa terus waspada.
Ia bisa menusuk ke dalam untuk mencari ruang tembak atau melepaskan umpan silang rendah ke arah Zijlstra . Setiap kali bola sampai di kakinya, ada sensasi bahwa sesuatu bisa terjadi. Sementara di kiri ada oleh Romeny.
Inilah pemain yang bisa mengikat semuanya. Romeny tak hanya berdiri di sayap, tapi sering turun ke tengah untuk ikut mengalirkan bola. Dengan pergerakannya, bek lawan bisa tertarik keluar posisi, membuka ruang bagi Zijlstra di tengah, atau Miliano Jonathan di sayap seberang.
Peran Romeny membuat serangan Indonesia jadi tidak mudah ditebak. Dengan kombinasi seperti ini, Indonesia bisa menyerang dengan berbagai cara. Umpan silang ke Zijlstra, tusukan cepat ke Miliano dari kanan, ataupun kombinasi wantu dengan Romeni di sisi kiri.
Trio ini bukan hanya soal nama besar, tetapi soal peran yang saling melengkapi. Zijlstra menghadirkan ketajaman yang selama ini dicari. Miliano memberi kecepatan dan keberanian dalam duel satu lawan satu, sementara Romeni menawarkan kreatifitas dan fleksibilitas.
Selain itu, kehadiran mereka memberi variasi baru dalam transisi. Saat Indonesia kehilangan bola, Miliano dan Romeny bisa turun membentuk garis empat di tengah, sementara Zijlstra tetap menekan back lawan dari depan. Artinya, pressing Garuda bisa lebih terstruktur, bukan hanya mengejar bola secara sporadis.
Sebaliknya, ketika melakukan serangan balik, Miliano bisa menjadi outlet utama dengan lari cepat di sisi kanan. Zijlstra tinggal menunggu di kotak penalti, sementara Romeni bisa berperan sebagai pemantul bola sebelum melepaskannya ke arah sayap. Semua ini memberikan Indonesia opsi menyerang yang lebih kaya.
Ujian sesungguhnya bagi trio ini tentu ketika menghadapi lawan-lawan yang levelnya lebih tinggi. Indonesia akan menghadapi Lebanon di FIFA matchday berikutnya, tepatnya pada 8 September 2025. Setelah itu, ada tantangan yang jauh lebih berat di putaran keempat kualifikasi piala dunia 2026, yaitu Arab Saudi dan Irak.
Lawan-lawan ini punya karakteristik yang berbeda. Lebanon biasanya bermain dengan blok menengah, Arab Saudi punya bek berpostur tinggi yang tangguh dalam duel udara, sementara Irak dikenal disiplin dan keras dalam duel fisik. ,Disitulah, keunikan trio Garuda bisa diuji.
Tentu saja, semua ini masih sebatas wacana. Butuh waktu agar trio ini menemukan kemisteri. Zijlstra dan Jonathan baru saja menjalani debut, sementara Romeni saat ini juga masih dalam proses pemulihan.
Namun, jika Patrick Leifert berhasil menyatukan mereka, timnas Indonesia bisa punya lini depan yang benar-benar menakutkan. Debut Mauro Zijlstra dan Miliano Jonathan telah menyalakan api optimisme baru bagi timnas Indonesia. Kehadiran mereka, ditambah oleh Romeni yang segera pulih, bisa menghadirkan trio maut yang belum pernah dimiliki Garuda sebelumnya.
Dengan kombinasi ketajaman, kecepatan, dan kreativitas, lini depan Indonesia punya potensi untuk naik kelas. Lawan-lawan Asia pun patut mewaspadai, karena jika benar-benar padu, trio ini bisa menjadi mimpi buruk di kualifikasi piala dunia.