Lensa Bola – Nama Marc Cucurella dalam beberapa waktu terakhir menjadi bahan pembicaraan terbesar di Spanyol, terutama setelah Laga Liga Champions, di mana Chelsea berhasil menundukan Barcelona dengan skor mencolok 3-0. Pertandingan tersebut bukan hanya tentang kemenangan tim London Barat itu, tetapi juga tentang peran seorang pemain yang dulu lahir dan dibentuk oleh Barcelona sendiri. Cucurella yang ditempa di Akademi Lamasias Jakermaja pada malam itu justru menjadi aktor penting yang meruntuhkan tim yang pernah membesarkannya.

Situasi ini menimbulkan ironi yang menarik. Seorang produk asli Barcelona justru menjadi alat yang membuat klub itu tersungkur. Ironi ini kemudian berkembang menjadi perdebatan di media Spanyol mengenai bagaimana Barcelona bisa melepas talenta besar yang kini jelas telah mencapai potensi terbaiknya.

Dalam pertandingan melawan Barcelona yang berlangsung pada pertengahan pekan, Cucurella menjalankan tugas yang tidak mudah, yaitu menghentikan Lamine Yamal, wonderkid 17 tahun yang diprediksi sebagai masa depan sepak bola Spanyol bahkan Eropa. Tugas itu tidak hanya diselesaikan, namun dilakukan dengan efisiensi yang luar biasa. Yamal yang biasanya lincah, kreatif dan sulit dihentikan, pada laga tersebut hanya mampu mencatatkan satu tembakan sepanjang 90 menit dari 9 percobaan dribble yang ia lakukan, hanya 4 yang berhasil.

Sisanya tenggelam dalam penjagaan rapat Cucurella yang terus menutup ruang geraknya dan memotong suplai bola ke kakinya. Permainan agresif sekaligus taktis yang ditampilkan Cucurella membuat Barcelona kehilangan salah satu sumber daya serangan utama mereka. Keberhasilan ini langsung mengubah ritme pertandingan dan secara mental membuat Barcelona jauh lebih berhati-hati dalam membangun serangan.

Selain tampil dominan dalam pertahanan, Cucurella juga berperan besar dalam terciptanya gol pembuka Chelsea yang kemudian memicu situasi yang berujung pada kartu merah Ronald Araujo. Kartu merah itu menjadi titik balik pertandingan, membuat Barcelona semakin kehilangan kendali dan memudahkan Chelsea mendominasi jalannya laga. Ketika fluid akhir berbunyi dan skor 0-3 terpampang jelas, media Spanyol langsung mengangkat satu narasi besar, Barcelona dihancurkan oleh anak didiknya sendiri.

Cucurella, pemain yang dulu dibina mereka, kini menghukum mereka tanpa ampun. Padahal perjalanan Kukureya bersama Barcelona sesungguhnya dimulai dengan penuh harapan. Ia bergabung dengan Lamassia sejak usia 14 tahun, berkembang dan sempat mendapatkan kesempatan tampil di tim utama.

Namun kesempatan itu tak pernah benar-benar terbuka luas untuknya. Barcelona saat itu memiliki Jordi Alba, backgear yang dianggap sebagai salah satu yang terbaik di dunia. Stabilitas Alba, ditambah kecenderungan Barcelona mempertahankan komposisi inti tanpa banyak rotasi, membuat ruang berkembang bagi Cucurella sangat terbatas.

Bertahan berarti bersabar tanpa jaminan masa depan, sedangkan pergi memungkinkan ia mencari jalan baru yang lebih pasti. Cucurella memilih opsi kedua dan keputusan itu pada akhirnya berubah menjadi langkah paling penting dalam karirnya. Barcelona lalu melepas Kukureya ke Eibar dengan nilai yang terbilang kecil, yaitu hanya 2 juta euro setelah masa peminjaman.

Mereka sempat mengaktifkan klausul pembelian kembali senilai 4 juta euro, namun hal itu tidak berujung pada bermainnya Cucurella kembali di Camp Nou. Tak lama setelah itu, Barcelona menjualnya ke Getafe seharga 10 juta euro, namun hanya mempertahankan 10 persen hak kepemilikan. Ketika Brighton datang membayar 18 juta euro kepada Getafe, Barcelona hanya memperoleh 1,8 juta euro dari bagiannya tersebut.

Total pendapatan Barcelona dari perjalanan transfer ke Kukureya hanya mencapai sekitar 9,8 juta euro, nilai yang kini terasa seperti kesalahan besar mengingat kualitas yang ia tunjukkan saat ini. Ironisnya, hanya satu tahun setelah bersinar di Premier League, Chelsea datang dengan tawaran fantastis mencapai 63 juta euro, menjadikannya salah satu bank kiri termahal dalam sejarah. Barcelona tidak menerima keuntungan finansial tambahan apapun, dan kini mereka juga harus menerima kenyataan pahit bahwa pemain yang mereka lepaskan tanpa perhitungan panjang justru menjadi penghancur mereka di kompetisi Eropa.

Bersama Chelsea, Kukureya berkembang pesat. Kepercayaan penuh pelatih dan lingkungan permainan yang menuntut fisik tinggi membuatnya tumbuh menjadi bank kiri yang lebih komplit. Ia, tak hanya kuat bertahan, tetapi juga piawai membantu progres serangan.

Ia, mampu naik mengawal serangan, kembali turun menutup ruang, mengirim umpan-umpan progresif, hingga memberi tekanan ke gelandang lawan. Sejak 2022, Cucurella telah meraih dua gelar bersama Chelsea, yaitu UFA Conference League 2024-2025 dan Piala Dunia Antarklub 2025. Manager Chelsea Enzomareska bahkan menegaskan bahwa kontribusi Kukureya bukan hanya soal tackle dan intersepsi, melainkan juga keterlibatannya dalam membangun pola permainan tim.

Gelandang Chelsea Enzo Fernandes turut memberikan pujian dengan menyebut rekanya itu sebagai monster dalam latihan maupun pertandingan, pemain yang tidak hanya pekerja keras, tetapi juga membawa energi positif ke dalam ruang ganti. Pertandingan melawan Barcelona memang memantapkan reputasi Cucurella, namun ujiannya tidak berhenti di sana. Dalam lanjutan Premier League, Chelsea akan berhadapan dengan pemuncak klasmen Arsenal dan Cucurella sekali lagi akan berada di garis pertahanan untuk menghadapi ancaman besar lainnya yaitu Bukayo Saka.

Saka dikenal bukan hanya sebagai pemain cepat dan kreatif, tetapi juga pengambil keputusan yang matang di sepertiga akhir lapangan. Dengan rata-rata dua tembakan per pertandingan, hampir dua umpan kunci, serta hampir dua dribble sukses, ia menjadi salah satu pengancam paling konsisten di Liga. Saka juga masuk dalam daftar pemain yang paling sering dilanggar karena menghentikannya sering hanya bisa dilakukan dengan pelanggaran.

Jika pada lagas sebelumnya Cucurella berhasil membungkam Yamal, maka tantangan berikutnya adalah meminimalkan efektivitas Saka yang menjadi pusat serangan Arsenal. Duel ini menjadi penanda baru perjalanan karir Cucurella. Dari anak akademi yang tak mendapatkan tempat, ia kini menjadi bek sayap yang bukan hanya berhasil naik level, tetapi juga menjadi faktor penentu kemenangan tim besar.

Barcelona mungkin kini baru menyadari bahwa mereka pernah memiliki berlian yang belum sempat dipoles penuhnya. Namun, sipak bola tidak mengenal ruang untuk menyesalkan masa lalu. Ia bergerak cepat dan terus menuntut keputusan yang tepat pada waktu yang tepat.

Bagi Barcelona, melepas Kukureya mungkin dulu terasa tepat, tetapi kini fakta menunjukkan sebaliknya. Mereka bukan hanya melepasnya dengan nilai yang sangat kecil, namun juga gagal memprediksi perkembangan pesat yang akan ia raih di luar. Sementara itu, bagi Chelsea, keputusan untuk merekrut Cucurella dengan harga tinggi ini mulai terbayar.

Ia bukan hanya sekedar pemain bertahan, tetapi simbol bagaimana kerja keras, kesabaran dan keteguhan bisa mengubah perjalanan seorang secara drastis. Dari pemain pinggiran di Belau Gerana, kini ia berdiri di panggung utama Liga Champions, menghadapi para bintang dengan kepala tegak, dan bahkan membuat salah satu klub terbesar dunia tumbang.

lion mesdon
Desember 6, 2025
Tags: ,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *