
Lensa Bola – Qualifikasi Piala Dunia 2026 menjadi fase-fase akhir yang menentukan. Seiring makin dekatnya putaran final yang akan digelar di Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko, kompetisi di berbagai konfederasi semakin memanas. Selain 39 negara yang telah memastikan tiket, sejumlah tim lain masih memiliki peluang melalui jalur playoff, baik playoff khusus zona Eropa maupun playoff antar konfederasi.
Di antara kisah paling dramatis dalam fase ini, kemenangan Irak atas Uni Emirat Arap menjadi salah satu sorotan utama. Duel sengit di Stadion Nasional Basra tersebut menjadi saksi bagaimana Singa Mesopotamia mengamankan langkah penting menuju playoff global setelah melalui perjuangan penuh ketegangan. Dalam lagap penentu itu, Uni Emirat Arap sempat unggul lebih dulu melalui gol Kayo Lukas yang memanfaatkan kelengahan lini belakang Irak.
Situasi ini membuat tuan rumah berada dalam tekanan mengingat hasil imbang pada lag pertama menempatkan mereka pada posisi yang rawan. Namun dorongan supporter dan kebutuhan untuk membalikan keadaan membuat para pemain Irak tampil dengan intensitas tinggi. Upaya tersebut membuahkan hasil ketika Muhannad Ali sukses menyemakan kedudukan melalui sundulan yang memanfaatkan tendangan bebas Amir al-Amari.
Momentum ini mengubah alur pertandingan dan Irak terus menekan untuk mencari gol kemenangan. Puncak dari drama terjadi pada masa injuri time babak kedua. Serangan Irak yang bermula dari sisi kiri memaksa pertahanan Uni Emirat Arap melakukan kesalahan dan setelah ditinjau oleh VAR, wasit menunjuk titik penalti akibat pelanggaran terhadap Muhannad Ali di kotak terlarang.
Amir al-Amari tampil sebagai algojo dan mengeksekusi penalti dengan tenang. Gol tersebut memastikan Irak menang 2-1 sekaligus unggul agregat 3-2 setelah bermain 1-1 di lag pertama. Kemenangan itu tidak hanya membawa kebanggaan bagi publik Irak tetapi juga membuka peluang bagi mereka untuk kembali tampil di Piala Dunia sesuatu yang terakhir kali mereka capai pada 1986.
Kepastian Irak lolos ke babak playoff antarkonfederasi juga menyeroti skema baru yang diterapkan oleh FIFA untuk edisi Piala Dunia 2026. Dengan bertambahnya jumlah peserta menjadi 48 tim, FIFA menata ulang sistem kualifikasi di setiap konfederasi agar lebih kompetitif sekaligus memberi kesempatan lebih besar bagi negara-negara yang selama ini sulit menembus putaran final. Dalam sistem ini, ada 2 mekanisme playoff utama yaitu playoff Eropa dan playoff antarkonfederasi.
Total, 6 tiket tersedia dari 2 jalur tersebut, 4 dari Eropa dan 2 dari antarkonfederasi. Untuk zona Eropa, 16 negara akan bertarung di playoff. Peserta berasal dari 12 runner-up grup kualifikasi serta 4 negara dengan capaian terbaik di UFA National League 2025 yang tidak berhasil finish 2 besar di grupnya.
16 tim tersebut akan dibagi ke dalam 4 jalur. Setiap jalur memiliki format semi-final dan final dalam 1 pertandingan. Negara yang memenangkan final di setiap jalur akan meraih tiket menuju putaran final.
Sementara itu, 10 negara Eropa telah memastikan kelolosan otomatis melalui fase grup di antaranya adalah Inggris, Perancis, Portugal, Spanyol, Belanda, Kroasia, Belgia, Skotlandia serta beberapa negara unggulan lainnya. Undian untuk playoff UFA dijadwalkan akan berlangsung pada 20 November 2025 di Zurich dan hasilnya akan sangat menentukan peta persaingan di zona Eropa. Jalur playoff antarkonfederasi mempertemukan 6 tim dari 5 benua.
Format ini memberikan kesempatan kepada konfederasi seperti Asia, Afrika, Oseania, serta kawasan Amerika Utara dan Selatan untuk berebut 2 tiket terakhir. 6 tim yang terlibat terdiri dari 1 wakil dari AFC, 1 dari CIF, 1 dari OFC, 1 dari CONMEBOL, dan 2 dari CONCACAF. 6 tim tersebut selanjutnya dibagi ke dalam 2 jalur, masing-masing berisi 3 negara.
Dalam setiap jalur, 2 tim dengan peringkat FIFA tertinggi otomatis melaju ke partai final jalur. Sementara 4 tim lain akan bermain di babak semifinal. Pemenang semifinal akan menantang tim unggulan di final dan setiap pemenang final jalur berhak lolos ke piala dunia 2026.
Babak playoff antarkonfederasi ini dijadwalkan berlangsung di Meksiko, menghadirkan kondisi netral bagi seluruh peserta. Bagi Irak, sistem ini menempatkan mereka dalam kelompok berisi 4 konfederasi lain. Lawan-lawan potensial yang akan mereka hadapi antara lain adalah wakil CIF yaitu Republik Demokratik Kongo yang memastikan tempat setelah menang adu penalti atas Nigeria.
Dari Amerika Selatan, Bolivia menjadi tim yang berhak tampil di jalur playoff. Dari Oceania, Kaledonia baru muncul sebagai wakil yang akan mengikuti playoff global, sementara Selandia baru sudah mengamankan tiket langsung ke putaran final. (4:55) Dari CONCACAF, 2 negara akan menempati 2 slot playoff, karena 3 negara tuan rumah otomatis lolos.
Keberhasilan Irak mencapai babak ini, menjadi sangat penting bagi Asia, yang memiliki 8 tempat langsung dan 1 tempat untuk playoff antar konfederasi. Dengan semakin ketatnya persaingan di Asia, hanya beberapa negara kuat yang berhasil melaju otomatis seperti Jepang, Korea Selatan, Iran, dan Australia. Kehadiran tim-tim debutan seperti Uzbekistan dan Jordania juga menandai semakin meratanya kekuatan sepak bola di kawasan ini.
Karena itu, jalur playoff menjadi pintu terakhir agar Asia menambah wakilnya di putaran final. Secara global, Piala Dunia 2026 menjadi edisi yang penuh dinamika karena perubahan format. Dengan 48 tim peserta, pembagian slot konfederasi berubah drastis.
UFA mendapatkan 16 tiket langsung, CIF mendapatkan 9 tempat ditambah 1 playoff, AFC mendapatkan 8 tiket plus 1 playoff, CONMEBOL mendapatkan 6 tiket langsung, sementara CONCACAF memegang 6 tempat, termasuk untuk 3 tuan rumah, disertai 2 tiket playoff. OFZ untuk pertama kalinya mendapatkan 1 tiket langsung dan 1 tempat di playoff. Perubahan ini memungkinkan lebih banyak negara dari berbagai kawasan untuk tampil di kompetisi terbesar sepak bola dunia.
Secara keseluruhan, perjalanan Irak dan konfigurasi skema kualifikasi baru Piala Dunia 2026 menunjukkan bagaimana sepak bola dunia terus berkembang ke arah yang lebih inklusif dan kompetitif. Negara-negara yang dulu jarang mendapatkan peluang kini bisa bersaing hingga tahap akhir, sementara federasi besar tetap harus mempertahankan konsistensi jika ingin lolos. Drama seperti laga Irak vs Uni Emirates Arab memperlihatkan esensi sepak bola perjuangan tanpa menyerah, kejutan di menit akhir, dan harapan yang terjaga hingga peluit akhir.






