Lensa Bola – Pekan ke-6 Liga Inggris musim 2025-2026 menghadirkan sebuah kejutan besar di selhas Park Markas dari Crystal Palace. Liverpool yang datang dengan status sebagai pemuncak klasmen sementara, harus menerima kenyataan pahit setelah tumbang dengan skor 1-2 dari tim Tuan Rumah Sabtu 27 September 2025 malam waktu Indonesia Barat. Kekalahan tersebut menjadi pukulan tersendiri bagi The Reds yang sebelumnya tampil konsisten, sekaligus mempertegas status Crystal Palace sebagai tim yang belum tersentuh kekalahan di musim ini.

Bagi Palace, tiga poin yang mereka raih dari tangan Liverpool bukan hanya kemenangan biasa, melainkan pengukuhan atas laju impresif yang telah mereka torehkan sejak akhir musim lalu. Kini, mereka tercatat menjalani 18 pertandingan beruntun tanpa kekalahan di semua kompetisi. Sebuah pencapaian luar biasa bagi klub yang tidak termasuk ke dalam lingkaran tradisional Big Six Premier League.

Hasil ini mengubah dinamika di papan klasmen. Liverpool memang masih bertahan di puncak dengan 15 poin, tetapi kekalahan pertama musim ini menjadi tanda bahwa persaingan Premier League tidak akan berjalan mudah. Crystal Palace sendiri mengoleksi 12 poin dari 3 kemenangan dan 3 hasil imbang, menempel ketat di posisi 3 di bawah Arsenal.

Bagi The Eagles, keberhasilan ini semakin mengukuhkan mereka sebagai salah satu tim paling konsisten di liga. Catatan 18 pertandingan tanpa kekalahan yang kini mereka miliki, menjadi rekor terpanjang kedua dalam sejarah klub, serta salah satu yang terbaik untuk tim non-Big Six sejak era Premier League dimulai. Menariknya, pencapaian besar ini terjadi dengan sorotan media yang relatif minim.

Ketika pemberitaan lebih sering terfokus pada drama-drama klub besar seperti Manchester United, Chelsea ataupun Arsenal, Crystal Palace justru tumbuh sinyap sebagai tim solid yang mampu menubangkan raksasa. Kebangkitan ini tentu tidak lepas dari tangan dingin Oliver Glessner. Sejak ditunjuk menangani Crystal Palace pada pertengahan musim lalu, manajer asal Austria itu berhasil membawa angin segar.

Ia menerapkan filosofi bermain dengan formasi 3-4-2-1 yang menekankan keseimbangan antara pertahanan kokoh dan serangan cepat. Formasi tersebut terbukti ampuh menciptakan unit pertahanan yang terorganisir dengan baik. Trio bek tengah mereka Mark Gehi, Maxence Lacroix, dan Chris Richards menjadi fondasi utama.

Gehi, yang juga merupakan kapten tim, tampil sebagai pemimpin dengan kemampuan membaca permainan dan mengatur lini belakang. Lacroix menyumbang kecepatan untuk mengantisipasi serangan balik lawan, sedangkan Richards mengandalkan fisik dan kemampuan duel udara untuk menjaga pertahanan tetap solid. Ketiganya saling melengkapi, membuat Palace jarang kebebolan dengan cara yang mudah.

Efektivitas pertahanan ini terlihat dari statistik keeper Dan Henderson. Ia hanya melakukan rata-rata 1,8 penyelamatan per laga, salah satu yang terendah di liga. Angka itu justru menandakan betapa efektifnya perlindungan yang ia dapatkan dari barisan belakang.

Filosofi Glessner yang menempatkan pertahanan sebagai dasar utama benar-benar berjalan sesuai dengan rencana. Selain sistem yang terstruktur, Glessner juga berhasil membangun mentalitas kolektif di dalam tim. Ia menekankan bahwa tim lebih penting daripada individu sehingga setiap pemain memahami peranya dengan jelas.

Glessner dikenal tidak suka melakukan rotasi besar-besaran dan lebih senang bekerja dengan squad inti yang ramping. Dengan cara ini, para pemain menjadi terbiasa dengan pergerakan dan skema taktik yang dijalankan, sehingga permainan Palace terlihat kompak dan otomatis di lapangan. Namun, pertahanan yang kokoh tidak akan cukup tanpa adanya penyelesaian akhir yang mematikan.

Disinilah peran Jean-Philippe Mateta begitu vital. Striker asal Perancis tersebut tengah menikmati performa terbaik dalam karirnya. Semenjak diasuh oleh Glessner, Mateta mencetak 34 gol dari 68 penampilan atau lebih dari setengah total golnya bersama dengan Palace.

Catatan itu membuktikan betapa Glessner mampu memaksimalkan potensi sang pemain. Selain rajin mencetak gol, Mateta juga berkembang dalam peran sebagai pemantul bola. Kemampuannya menahan bola dan memberi ruang bagirkan satu timnya, membuat pemain seperti Ismail Azhar bisa lebih leluhasa masuk ke jantung pertahanan lawan.

Kombinasi keduanya bahkan menghasilkan momen penting dalam lagak kontra Liverpool ketika Azhar memberikan asis bagi gol kemenangan Nketiah. Meski demikian, masa depan Mateta di Palace masih menjadi perhatian. Kontraknya yang belum diperpanjang menimbulkan spekulasi akan adanya minat dari klub-klub besar Eropa.

Crystal Palace jelas menghadapi tantangan besar untuk mempertahankan sang bom berandalan jika mereka ingin terus bersaing di papan atas. Terlepas dari itu, manajemen klub menunjukkan kecerdikan dalam membangun squad. Mereka tidak melakukan perombakan besar-besaran di bursa transfer musim panas lalu.

Kehilangan Eberechi Eze Arsenal memang cukup signifikan, tetapi Palace hanya melepas satu pemain kunci tersebut. Kerangka utama tim tetap dipertahankan sehingga kontinuitas permainan tetap terjaga. Untuk mengisi kekosongan, mereka merekrut lima pemain baru dengan profil yang sesuai kebutuhan, termasuk dua penyerang serba guna yang bisa memberikan variasi serangan.

Langkah ini membuktikan bahwa Crystal Palace bergerak dengan strategi yang matang, bukan sekedar rekrutan panik. Stabilitas ini membuat Crystal Palace semakin percaya diri menghadapi lawan manapun. Rentetan kemenangan atas Manchester City di final piala FA dan keberhasilan menumbangkan Liverpool di Community Shield menjadi bukti bahwa tim ini kini tidak lagi merasa inferior.

Para pemain masuk ke lapangan dengan keyakinan penuh bahwa mereka mampu mengalahkan siapapun. Media bahkan mulai mengaitkan Palace dengan peluang lolos ke Liga Champions, sesuatu yang sebelumnya jarang dibicarakan. Meski Glessner menolak terlalu jauh berbicara soal klasmen, faktanya performa mereka telah menempatkan Palace dalam jajaran elite.

Pelatih asal Austria itu lebih memilih agar para pemain fokus pada proses dan performa setiap pertandingan, bukan terpaku pada posisi di klasmen. Pendekatan ini menjaga skuad tetap membumi dan bebas dari tekanan berlebihan. Di sisi lain, pelatih Liverpool Arne slot dengan jujur mengakui keunggulan lawan, menurutnya Crystal Palace memang pantas meraih kemenangan.

Arne slot menilai tim Aswan Glessner tampil lebih efektif dan memanfaatkan peluang, terutama dari situasi bola mati, serangan balik dan umpan panjang. Ia juga menyebutkan bahwa performa Alison Becker menjadi satu-satunya alasan Liverpool tidak kebebolan lebih banyak. Di babak pertama mereka benar-benar menang, di babak kedua kami bermain lebih baik.

Tetapi jika ada satu tim yang layak meraih tiga poin, itu adalah Crystal Palace. Pernyataan ini mempertegas fakta bahwa Palace kini bukan sekedar tim kuda hitam, melainkan kekuatan baru yang harus diperhitungkan. Dengan kemenangan atas Liverpool, Crystal Palace menegaskan diri sebagai salah satu tim paling menarik di Premier League musim 2025-2026.

Mereka berhasil membangun fondasi pertahanan yang kokoh, menemukan ketajaman di lini depan melalui Mateta, serta menjaga stabilitas skuad di tengah ketatnya persaingan. Semua itu tidak lepas dari visi taktis Oliver Glessner yang mampu menyulap Palace dari tim mediocre menjadi pesaing serius di papan atas. Jika konsistensi ini terus terjaga, bukan mustahil Palace akan menorehkan sejarah baru dengan menembus zona Liga Champions, atau bahkan meraih pencapaian lebih besar di akhir musim nanti.

Sementara itu, bagi Liverpool, kekalahan ini menjadi alarm penting bahwa dominasi mereka bisa terganggu kapan saja jika tak segera memperbaiki kelemahan yang terekspos, terutama dalam menghadapi tim dengan pertahanan solid dan transisi cepat seperti Crystal Palace.

lion mesdon
September 30, 2025
Tags:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *