
Lensa Bola – Pertandingan antara AS Roma dan Lille pada match di Kedua Liga Eropa Musim 2025-2026 menghadirkan drama besar yang membuat jutaan pasang mata terpukau hingga menit akhir. Laga yang digelar di Stadion Olimpico Roma, Jumat Dini Hari Waktu Indonesia Barat sejak awal sudah menjadi sorotan. Roma tampil dengan status favorit apalagi bermain di kandang sendiri di bawah arahan Gian Piero Gasperini.
Namun, Lille justru datang dengan kepercayaan diri tinggi dan strategi matang yang pada akhirnya membuat mereka pulang membawa kemenangan berharga 1-0. Bukan hanya karena hasil akhir, pertandingan ini menjadi buah bibir di berbagai belahan dunia berkat penampilan keeper Lille Berke Ozer yang mencatatkan rekor luar biasa dengan menepis 3 penalti beruntun. Selain itu, perhatian khusus juga datang dari publik Indonesia yang antusias menyaksikan performa Calvin Verdonk, Bek timnas Indonesia yang tampil sebagai starter dalam pertemuan pertama kedua tim.
AS Roma menurunkan sekuat inti sejak menit pertama, Evan Ferguson dipercaya sebagai ujung tombak serangan dengan dukungan dari Matthias Saula yang berperan sebagai kreator lini ke-2. Costas Simikas yang didatangkan dengan status pinjaman dari Liverpool dimainkan di sisi kiri untuk memberikan suplai umpan silang. Gasperini tampak mengandalkan perpaduan antara serangan sayap dan kombinasi cepat lini tengah agar bisa mendobrak pertahanan Lille yang dikenal solid.
Di sisi lain, Lille datang dengan rencana berbeda. Mereka memainkan bola direct football, mengandalkan kecepatan transisi dan serangan balik. Olivier Giroud berdiri sebagai target man dengan sokongan Osame Sahraoui serta Hakon Horautzen yang siap memanfaatkan kelengahan lini belakang Roma.
Calvin Verdonk yang diturunkan sebagai back kiri sejak menit awal dipercaya menjaga area flank dan menghadapi tekanan sayap Roma. Pertandingan ini berjalan hanya beberapa menit sebelum terjadi momen yang menjadi awal bencana bagi tuan rumah. Costas Simikas melakukan kesalahan fatal ketika kehilangan bola di wilayah sendiri.
Lille langsung memanfaatkan kelengahan itu dengan cepat. Korea menerima bola dan segera memberikan umpan terobosan matang kepada Hakon Horautzen. Dengan tenang, pemain muda asal Islandia tersebut melepaskan sepakan keras yang tak mampu dijangkau oleh Mels Villar, mengubah skor menjadi 1-0 untuk Lille.
Gol cepat ini membuat stadion yang semula penuh semangat berubah sunyi, sementara para pemain Lille merayakan keunggulan mereka dengan penuh percaya diri. Tertinggal satu gol, Roma mencoba bangkit dan terus menguasai jalannya pertandingan. Namun, Lille tidak membiarkan tuan rumah begitu saja menemukan celah.
Osame Sahraoui nyaris menggandakan keunggulan bagi tim tamu ketika sepakannya hanya meluncur tipis di sisi kanan gawang. Roma baru benar-benar mendapatkan peluang emas pada menit ke-35. Sundulan Simikas yang di blok lawan membuat bola liar jatuh kepada Matthias Soule.
Tetapi, sepakan kerasnya kembali terbentur bek Lille. Simikas mencoba kembali dengan sepakan susulan. Namun, bola masih mengenai pemain bertahan.
Kesempatan terakhir jatuh ke kaki Neil El Ainaoui yang suentekannya hampir melewati garis, tetapi disapu tepat waktu oleh bek Lille. Hingga babak pertama berakhir, skor 0-1 tetap tak berubah dan Roma masuk ruang ganti dengan wajah penuh tekanan. Babak kedua dimulai dengan tempo yang lebih tinggi.
Roma yang tertinggal tampil lebih agresif dan meningkatkan intensitas serangan. Namun, justru Lille yang pertama kali menciptakan peluang berbahaya. Senkel Bemba berhasil menyundul bola hasil umpan silang, tetapi kiper Myles Villarsigap menepisnya.
Roma kemudian merespon dengan sederhat percobaan. Evan Ferguson hampir menyamakan kedudukan pada menit ke-5-6 ketika sundulannya menyambut umpan dari Soule hanya melenceng tipis ke kiri gawang. Tiga menit kemudian, Brian Cristante mendapatkan peluang serupa, namun tandukannya malah melambung di atas mistar.
Serangan Roma semakin menggila, terutama melalui Matthias Soule yang menjadi motor serangan. Pada menit ke-74, ia mencoba peruntungannya dengan sipakan jarak jauh keras. Tetapi, Berke Ozer menunjukkan refleks luar biasa untuk menepis bola.
Tak lama berselang, Soule kembali bereaksi dengan menusuk ke dalam kotak penalti, lalu mengirimkan umpan tarik. Sayangnya, Evan Ferguson gagal menjangkau bola dengan sempurna. Stadion Olimpico yang penuh sesat semakin bersemangat memberikan dukungan, menuntut gul penyamak kedudukan dari tim tuan rumah.
Ketegangan mencapai puncaknya pada menit ke-8-5. Roma mendapatkan hadiah penalti setelah salah satu pemain Lille melakukan handsball di kotak terlarang. Artem Dovbik pun maju sebagai eksekutor.
Penyerang Ukraina itu dikenal memiliki catatan apik dalam mengeksekusi penalti, namun malam itu berbeda. Ozer membaca arah bola dengan tepat dan menepis tendangan Dovbik ke sisi kiri. Seluruh pendukung Roma terdiam, sementara kiper Lille merayakan penyelamatan pentingnya.
Akan tetapi, drama masih belum berakhir. Wasit Erik Lembrechts memutuskan penalti diulang, karena romain peraut masuk terlalu cepat ke dalam kotak penalti saat eksekusi dilakukan. Roma pun mendapatkan kesempatan kedua.
Dovbik kembali mengambil tanggung jawab dan mencoba memperbaiki kesalahannya. Namun, skenario sama terulang. Tendangannya lagi-lagi ke arah kiri dan sekali lagi Ozer menepisnya.
Stadion seketika gemuruh dalam merasa frustasi. Kali ini, giliran keeper Lille yang dianggap melanggar aturan karena bergerak maju dari garis gawang sebelum bola ditendang. Penalti diulang sekali lagi, membuat situasi semakin dramatis.
Roma kemudian memutuskan untuk mengganti Al Gojo. Matias Soule maju sebagai penendang ketiga. Dengan penuh keyakinan, ia mengubah arah tendangan ke sisi kanan gawang.
Tetapi, malam itu benar-benar milik Berke Ozer. Kiper berusia 25 tahun tersebut menebak arah dengan sempurna dan menepis bola untuk ketiga kalinya. Stadio Olimpico yang semula bergemuruh berubah menjadi hening.
Tiga peluang emas lewat titik putih terbuang sia-sia begitu saja. Para pemain Roma terlihat frustasi, sementara Ozer berdiri tegak sebagai pahlawan Lille. Sisa waktu yang tersisa, tak cukup bagi Roma untuk menyelamatkan diri.
Mereka terus menggempur pertahanan Lille, tetapi mental para pemain sudah terguncang akibat drama penalti tersebut. Lille bertahan dengan disiplin tinggi, menutup celah, dan memastikan kemenangan tipis 1-0 bertahan hingga peluit panjang. Di balik malam penuh drama itu, perhatian publik Indonesia justru tertuju pada Calvin Verdonk.
Bekiri keturunan Belanda yang kini membela timnas Indonesia itu, tampil sejak menit awal dan memperlihatkan ketenangan menghadapi tekanan. Meski sempat diganjar kartu kuning cepat pada menit ke-6, setelah menginjak kaki lawan, Verdonk mampu menunjukkan profesionalismenya hingga menit ke-6-9, sebelum akhirnya digantikan oleh Romain Perraud yang baru pulih dari cedera. Keberadaannya di lapangan membuat publik Indonesia bangga karena jarang ada pemain yang membela timnas tampil reguler di kompetisi sebesar Liga Eropa.
Bagi masyarakat Indonesia, penampilan Verdonk di laga ini memberikan harapan baru. Setelah partai kontra Roma, Lille dijadwalkan menghadapi Paris Saint-Germain pada 6 Oktober 2025 di Ligue 1. Usai laga tersebut, Verdonk akan segera bergabung bersama dengan timnas Indonesia untuk menjalani ronda ke-4 kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia. Keberadaannya di lini belakang Garuda dipandang mampu memberikan stabilitas dan kualitas tambahan, terutama dalam menghadapi lawan tangguh seperti Arab Saudi dan Irak.
Publik tanah air pun semakin optimis. Kehadiran pemain sekelas Verdon yang rutin bermain di Eropa menambah kekuatan sekuat Garuda, sekaligus menjadi inspirasi bagi generasi muda sepak bola Indonesia. Laga AS Roma kontra Lille bukan hanya soal kemenangan tim tamu dan heroiknya Ozer di bawah Mistar, tetapi juga tentang sebuah kebanggaan tersendiri bagi Indonesia karena salah satu putra bangsanya kini menjadi bagian dari panggung besar sepak bola Eropa.