
Lensa Bola – Stadion Friuli, Italia menjadi saksi sebuah drama sepak bola yang akan dikenang sepanjang sejarah. Pada Rabu malam, 13 Agustus 2025, dalam ajang Piala Super Eropa yang mempertemukan juara Liga Champions Paris Saint-Germain dan juara Liga Eropa Tottenham Hotspur, sebuah pertarungan sengit terjadi yang melampaui ekspektasi. Ini bukan sekedar pertandingan untuk memperbutkan trofi, melainkan sebuah pertarungan mental, taktik, dan ketahanan yang heroik.
Bagi PSG, kemenangan ini bukan hanya menandai raihan trofi Piala Super Eropa pertama mereka, tetapi juga menjadi bukti nyata mentalitas juara yang telah ditanamkan oleh pelatih Luis Enrique. Sebaliknya, bagi Tottenham, meskipun harus menelan kekalahan yang menyakitkan, performa mereka menunjukkan bahwa era baru di bawah asuhan Thomas Frank memiliki potensi besar. Pertandingan dimulai dengan narasi yang menarik, PSG sebagai juara Liga Champions datang dengan status favorit.
Mereka memiliki skuad bintang yang solid, dipimpin oleh pelatih berpengalaman Luis Enrique. Di sisi lain, Tottenham Hotspur tampil sebagai kuda hitam yang penuh semangat. Di bawah arahan pelatih baru Thomas Frank, Spurs datang tanpa beberapa pemain kunci yang pindah di bursa transfer, namun dengan skuad yang penuh determinasi.
Pertemuan ini juga menjadi panggung bagi kipper muda PSG Lukas Kevalier, yang secara mengejutkan dipercaya untuk menggantikan Gianluigi Donnarumma. Keputusan ini menarik perhatian, mengingat Donnarumma adalah pahlawan dalam perjalanan PSG menuju gelar Liga Champions. Namun, ini dianggap sebagai surplus.
Kevalier yang didatangkan dengan mahar 40 juta euro dari Lille datang dengan prospek besar, dan pertandingan ini menjadi ujian perdananya di panggung besar. Analisis taktik di awal pertandingan menunjukkan perbedaan pendekatan yang mencolok. PSG, seperti biasa di bawah Luis Enrique, mengandalkan penguasaan bola yang dominan dan pressing ketat di lini depan.
PSG mencoba mengendalikan jalannya Laga. Di lini serang, mereka memasang Khvicha Kvaratskhelia, Osman Dembele dan Bradley Barcola yang dikenal memiliki kecepatan dan kemampuan individual yang tinggi. Sementara itu, Tottenham Hotspur di bawah Aswan Thomas Frank mengadopsi formasi yang lebih pragmatis.
Mereka menumpuk pemain di lini tengah dan belakang untuk meredam serangan PSG dan mengandalkan serangan balik cepat yang dipimpin oleh Richarlison dan Mohamed Kudus. Meskipun PSG mendominasi penguasaan bola hingga 74% sepanjang pertandingan, babak pertama menjadi milik Tottenham. Taktik serangan balik spurs terbukti efektif dalam mengeksploitasi celah di pertahanan PSG.
Peluang emas pertama datang di menit ke-24 ketika tendangan keras Rickarlison berhasil ditepis oleh Lucas Kevalier meskipun bola membentur Mr. Gawang. Ini adalah sinyal peringatan bagi PSG. Puncak dari efektivitas serangan balik spurs datang di menit ke-39.
Berawal dari skema tendangan bebas, terjadi kemelut di kotak penalty. Bola tembakan jawapalinya yang ditepis oleh Kevalier memantul ke Mr. Gawang dan Micky van de Ven berhasil menyambar bola muntah untuk mencetak gul. Keunggulan 1-0 memberikan momentum psikologis yang besar bagi Tottenham.
Bahkan di akhir babak pertama, sundulan Mohamed Kudus hampir menggandakan keunggulan. Tetapi lagi-lagi Tiang Gawang menyelamatkan PSG. Memasuki babak kedua, situasi tidak banyak berubah.
Tottenham kembali tancap gas dan berhasil menggandakan keunggulan hanya 2 menit setelah turun minum. Cristiano Romero yang menjadi kapten baru spurs mencatatkan namanya di papan skor melalui sundulan setelah menerima umpan tendangan bebas dari Pedro Porro. Gol ini terasa mengejutkan, terutama karena Kevalier seharusnya mampu menghalau bola.
Tetapi, ia justru terlihat kurang siap. Keunggulan 2-0 ini membuat banyak pihak berpikir bahwa kemenangan akan menjadi pilih Tottenham Hotspur. Namun, justru disinilah mentalitas juara PSG mulai terlihat.
Luis Enrique segera melakukan penyesuaian taktik dan pergantian pemain. PSG meningkatkan intensitas serangan mereka meskipun sempat tertahan oleh gol dari Brett Libarcola yang dianulir karena offside. Serangan demi serangan terus dilancarkan menunjukkan dominasi statistik mereka.
Kesabaran dan kegigihan PSG akhirnya membuahkan hasil di menit ke-84. Lee Kang-in ini yang masuk sebagai pemain pengganti melepaskan tembakan keras dari luar kotak penalti yang meluncur indah ke pojok bawah gawang Tottenham. Gol ini menjadi titik balik bagi PSG.