
Lensa Bola – Leicester City, dipastikan terdegradasi dari Premier League setelah menjalani musim yang sangat mengecewakan. Kepastian itu datang usai kekalahan tipis 0-1 dari Liverpool pada pekan ketiga-tiga Liga Inggris, Minggu 20 April 2025 di kandang mereka sendiri King Power Stadium. Hasil ini menambah panjang daftar kekalahan Leicester City musim ini yang kini mencapai 23 dari total pertandingan yang telah dimainkan.
Dengan hanya mengoleksi 18 poin dan duduk di peringkat ke-19 klasmen sementara, peluang untuk selamat dari jurang degradasi resmi tertutup. Meskipun masih tersisa 5 pertandingan, raihan maksimal 33 poin tidak cukup untuk mengejar West Ham United di posisi ke-17 yang sudah mengantongi 37 poin. Akibatnya, Leicester harus rela kembali turun ke kasta defisi championship untuk musim depan dan menjadi kali kedua mereka mengalami degradasi dalam kurun waktu 3 tahun terakhir.
Kondisi ini memukul keras para pemain, termasuk kapten tim Jamie Vardy. Sang penyerang veteran berusia 30 tahun itu mengaku sangat terpukul dan kecewa. Ia bahkan tak mampu menyembunyikan emosinya.
Vardy menyebut, Meski Leicester City terpuruk hingga 2 kali terdegradasi dalam 3 musim terakhir, noda itu tak mampu menghapus jejak keemasan yang telah diukir oleh Jamie Vardy sejak pertama kali bergabung pada tahun 2012. Hanya 2 hari setelah melabeli musim ini sebagai pertunjukan memalukan yang menyedihkan, publik dikejutkan oleh kabar emosional di mana musim ini akan menjadi yang terakhir bagi Vardy bersama dengan The Fox. Keputusan untuk mundur setelah 13 tahun mengabdi, terasa seperti akhir dari sebuah babak paling istimewa dalam sejarah klub.
Jamie Vardy, yang dikenal sebagai sosok paling loyal di tengah arus kepergian bintang-bintang seperti N’Golo Kante, Riad Mahrez, dan Harry Maguire, memilih untuk tetap bertahan. Bahkan, ketika Badai menghantam klubnya selama lebih dari 1 dekade, pemain yang kini berusia 38 tahun itu mencatatkan hampir 500 penampilan untuk Leicester City. Ia menjadi bagian penting dari tim yang menorehkan dongeng paling ajaib dalam sejarah Premier League, juara Liga Inggris 2015-2016.
Sebuah pencapaian yang sebelumnya dianggap begitu mustahil. Jamie Vardy tak sekedar menjadi saksi sejarah, tetapi ia adalah pemeran utamanya. Musim itu, ia mencetak 24 gol, termasuk rekor bersejarah mencetak gol dalam 11 laga berturut-turut dan dinobatkan sebagai Premier League Player of the Season.
Didatangkan dari klub non-liga Fleetwood Town seharga 1 juta pond sterling, Vardy datang ke Leicester City sebagai striker tanpa nama besar. Namun, yang terjadi kemudian adalah transformasi luar biasa, dari pemain anonim menjadi simbol keajaiban sepak bola modern. Ia adalah inspirasi hidup, bukti nyata bahwa kerja keras, determinasi dan sedikit kenekatan bisa membawa seseorang dari titik nol ke puncak dunia.
Rekam jejaknya begitu mengesankan dengan mencetak 198 gol dan 69 asis dalam 489 pertandingan. Rekor tersebut menjadikannya pencetak gol terbanyak ke-15 sepanjang masa. Ia pun meraih sepatu emas pada musim 2019-2020 dengan 23 gol, menjadi top skor tertua dalam sejarah liga di usia 33 tahun.
Tak hanya itu, prestasinya untuk klub meliputi trofi Premier League, Piala FA, Community Shield dan dua gelar Championship, lebih dari statistik dan gelar yang membuat Fardy begitu dicintai, adalah karakternya yang liar, autentik dan penuh warna. Ia tak segan memprovokasi fans lawan, mengejek dengan gestur elang di depan supporter Crystal Palace, bahkan merobek bendera sudut lapangan usai mencetak gol. Ia adalah tokoh antagonis yang dicintai, sosok nakal yang selalu mencuri perhatian dimanapun berada.
Leicester City menyebutnya sebagai pemain terbaik dalam sejarah klub dan nyaris tak ada yang bisa membantah. Jamie Fardy bukan sekedar legenda klub, ia adalah mitas hidup kisah rakyat sepak bola modern yang akan terus dikenang, jauh setelah sepatu terakhirnya digantung. Setelah mencetak sejarah luar biasa sebagai pemain pertama yang tampil dari babak kualifikasi hingga final Piala FA, dan sukses mengangkat trofi tersebut bersama dengan Leicester City pada 2021, Jamie Fardy memilih tetap setia ketika klubnya terdegradasi ke championship pada 2023.
Di usia 38 tahun, ia tak hanya bertahan, tetapi juga memimpin kebangkitan The Fox dengan torehan 18 gol membawa mereka kembali ke Premier League. Namun, akhir karirnya bersama dengan Leicester tak seindah kisah dongeng sebelumnya. Dalam dua musim terakhir di kastat tertinggi, Fardy hanya mampu menyembangkan 10 gol yang menjadi tanda bahwa masak-masang striker mulai meredup.
Meski begitu, Fardy belum menggantung sepatu. Ia masih menyimpan ambisi untuk terus bermain walau peluang melanjutkan karir di Premier League tampak semakin tipis. Pertandingan melawan Ipsiston pada 18 Mei mendatang akan menjadi momen perpisahan di King Power Stadium dan laga kontrah Bornemut di pekan terakhir musim ini akan menandai penampilan terakhirnya di Liga Premier Inggris.
Jamie Fardy adalah bagian terakhir dari sekuat ajai Leicester City 2015-2016 dan kepergiannya akan benar-benar menutup satu era keemasan yang tak tergantikan. Namun, seperti yang ia katakan dengan penuh makna, baginya kenangan itu akan abadi sepanjang hidupnya. Terima kasih sudah menerima sebagai salah satu dari kalian.
Leicester adalah rumah kedua bagi saya dan akan selalu di hatiku. Saya akan memperhatikan dari dekat di waktu mendatang. Jamie Fardy juga berharap kesuksesan akan datang kembali ke Leicester City di musim mendatang.
Sayang sekali, Fardy tidak bisa membawa Leicester City kembali bersaing di kasta tertinggi sepak bola Inggris. Padahal, ia adalah orang yang membawa Leicester City promosi di musim 2013-2014 dan 2023-2024. Fardy juga mendedikasikan semua titel itu untuk Vichai Srivadhanaprabha, pemilik Leicester City yang meninggal tragis dalam kecelakaan helikopter dua tahun setelah Leicester City memenangkan Liga Premier Inggris.
Ia juga berterima kasih kepada Nigel Pearson, manajer yang membawanya ke Leicester City. Padahal, dia dulunya hanyalah seorang striker level amat tiran. Ia berharap sudah membayar tuntas setelah dikasih kesempatan untuk bermain di level profesional.
Jamie Fardy juga berterima kasih kepada rekan satu timnya, para pelatih seperti Claudio Ranieri dan Brendan Rogers, yang membuatnya menjadi striker tajam seperti sekarang ini. Ia juga merasa beruntung dengan support istri dan anak-anaknya. Kabar baiknya, Jamie Fardy belum berencana untuk pensiun dan ia masih akan bermain meskipun hampir berkepalampat.
Kemungkinan, ia akan bermain untuk klub Brexham AFC yang menunjukkan ketertarikan padanya beberapa musim lalu. Ini bukanlah pernyataan untuk pensiun. Saya masih ingin melakukan hal yang saya cintai yaitu mencetak gol.
Meskipun saya berusia 38 tahun, saya masih punya ambisi untuk meraih sesuatu.






