
Lensa Bola – Sejarah baru tercipta di dunia sepak bola ketika tim nasional Cape Verde berhasil mencatatkan pencapaian luar biasa dengan memastikan diri lalas kepiala dunia 2026. Negara kepulauan kecil yang terletak di Afrika Barat ini untuk pertama kalinya dalam sejarah akan tampil di turnamen sepak bola paling bergangsi di dunia. Prestasi tersebut terasa semakin mengagumkan karena Cape Verde bukanlah negara dengan sumber daya besar baik dari segi populasi maupun infrastruktur olahraga namun dengan semangat, kerja keras dan kebersamaan mereka membuktikan bahwa ukuran negara bukanlah penghalang untuk menorehkan prestasi monumental di panggung internasional.
Kemenangan 3-0 atas eswat ini dikandang sendiri, tepatnya di Estadio Nasional de Cape Verde menjadi momen bersejarah yang menandai keberhasilan mereka menutup babak kualifikasi sebagai juara grup dan merebut tiket langsung kepiala dunia tahun depan. Sejak awal pertandingan, Cape Verde tampil dominan dan menunjukkan permainan yang terorganisasi dengan baik. Mereka menguasai jalannya laga dengan penguasaan bola mencapai 67% dan menciptakan 10 peluang berbahaya jauh lebih banyak dibandingkan dengan eswat ini yang hanya mampu melepaskan 3 tembakan sepanjang laga.
Meski begitu, pada babak pertama, Cape Verde sempat kesulitan menembus pertahanan lawan yang tampil cukup disiplin. Beberapa peluang emas masih gagal dimanfaatkan, sementara keeper eswat ini tampil demilang menggagalkan sejumlah usaha tim tuan rumah. Pertandingan baru benar-benar berubah arah setelah turun minum ketika Cape Verde mulai lebih agresif dan menekan sejak awal babak kedua.
Kebuntuan akhirnya pecah pada menit ke-48 melalui aksi Daylon Leferamento yang menjadi pembuka kemenangan Cape Verde. Goal ini berawal dari kemelut di depan gawang eswat ini yang berakhir dengan bola liar dan Leferamento yang berdiri di posisi tepat berhasil mencocor bola masuk ke gawang. Goal ini menjadi titik balik yang mengubah jalannya pertandingan karena para pemain Cape Verde semakin percaya diri.
6 menit berselang, tepatnya pada menit ke-54, Willy Semedo menggandakan keunggulan tim tuan rumah melalui gol cantik kerjasama apik dengan Dini Borges. Bermula dari umpan sudulan Borges, Semedo melakukan tendangan akrobatik yang tak mampu dijangkau oleh penjaga gawang lawan. Pertandingan semakin berada dalam kendali Cape Verde dan mereka pun terus menekan hingga menit-menit akhir.
Pada masa injury time, Stoppira memastikan kemenangan mutlak 3-0 setelah memanfaatkan bola ribon hasil tepisan keeper eswat ini. Gol ini disambut gemuruh penonton di stadion yang menyadari bahwa tim kesayangan mereka baru saja mencetak sejarah besar. Ketika peluit panjang dibunyikan, para pemain, pelatih dan supporter larut dalam kebahagiaan luar biasa menyadari bahwa perjuangan panjang mereka akhirnya membuahkan hasil.
Kemenangan ini membawa Cape Verde menempati posisi puncak last man Group D dengan raihan 23 poin dari 10 pertandingan, unggul 4 angka dari Cameroon yang finish di posisi kedua. Di laga lain, Cameroon hanya mampu bermain imbang 0-0 melawan Anggola, sehingga peluang mereka untuk lolos langsung ke piala dunia akhirnya pupus. Berdasarkan format kualifikasi, hanya juara grup yang berhak mendapatkan tiket otomatis, sementara posisi runner-up harus melanjutkan perjuangan ke babak playoff.
Hasil ini memastikan Cape Verde menjadi 1 dari 6 wakil Afrika yang tampil di piala dunia 2026. Cape Verde bergabung dengan Maroko, Tunisia, Mesir, Ghana dan Al Jazeera. Moment ini menjadi puncak dari perjalanan panjang mereka yang penuh kerja keras dan konsistensi dalam beberapa tahun terakhir.
Capaian Cape Verde semakin luar biasa jika melihat skala negara mereka yang sangat kecil. Dengan populasi hanya sekitar 525 ribu jiwa, Cape Verde tercatat sebagai negara dengan jumlah penduduk terkecil kedua yang pernah lolos ke piala dunia setelah Islandia pada tahun 2018 yang hanya memiliki sekitar 350 ribu penduduk. Sebagai perbandingan, jumlah penduduk Cape Verde bahkan jauh lebih sedikit daripada populasi kota Bogor di Indonesia yang mencapai lebih dari 5,8 juta jiwa pada tahun 2025.
Fakta ini menegaskan bahwa keberhasilan mereka bukan disebabkan oleh banyaknya sumber daya manusia melainkan oleh sistem yang berjalan efektif dan semangat kolektif seluruh komponen tim nasional. Dalam konteks global, kisah Cape Verde mengingatkan dunia bahwa dalam sepak bola, ukuran negara atau jumlah penduduk tidak menjadi penentu mutlak kesuksesan. Yang membuat prestasi ini semakin istimewa adalah kenyataan bahwa skuad Cape Verde tidak dihuni banyak pemain dari liga top dunia.
Dari seluruh pemain yang memperkuat tim dalam babak kualifikasi, hanya satu yang berkarir di lima besar liga Eropa yaitu Logan Costa yang bermain untuk Villarreal di La Liga Spanyol. Sementara itu, mayoritas pemain lainnya berkiprah di klub-klub sekelas menengah seperti di Portugal, Turki, Cyprus, Israel, Hungaria, Bulgaria, Rusia, Finlandia hingga Republik Irlandia serta beberapa yang bermain di kawasan timur-tengah seperti Arab Saudi dan Uni Emirates Arab. Meski tidak berasal dari klub besar, para pemain tersebut menunjukkan semangat dan kedisiplinan tinggi saat membela negara.
Kapten Tim Ryan Mendes menjadi figur sentral dengan kontribusi besar baik di dalam maupun di luar lapangan. Pemain berusia 35 tahun itu juga merupakan top skor sepanjang masa tim nasional Cape Verde dengan torehan 21 gol dari 85 penampilan. Di sisi lain, ada nama yang cukup dikenal dunia yaitu Bebe, mantan pemain Manchester United yang kini memperkuat Ibiza di devisi 3 Spanyol.
Namun, perjalanan Cape Verde menuju piala dunia tak sepenuhnya mulus. Mereka sempat menelan kekalahan telak 1-4 dari Cameroon di matchday ketiga, satu-satunya hasil negatif yang mereka alami di fase grup. Kekalahan tersebut justru menjadi titik balik bagi tim ini untuk bangkit dan memperbaiki performa.
Dalam pertemuan kedua melawan Cameroon, Cape Verde membalas dengan kemenangan tipis 1-0 yang sekaligus membuka jalan menuju posisi punca klasmen. Sementara itu, Cameroon gagal mempertahankan konsistensi dan harus puas dengan hasil imbang dalam tiga laga beruntun sebelum akhirnya disalip oleh Cape Verde. Hasil ini menjadi ironi tersendiri bagi Cameroon yang dikenal sebagai kekuatan tradisional sepak bola Afrika dan langgangan di piala dunia.
Dengan keberhasilan ini, Cape Verde resmi menjadi tim debutan ketiga di piala dunia 2026 setelah Uzbekistan dan Jordania. Mereka juga menjadi negara kedua-dua yang memastikan keikut sertaannya, termasuk tiga tuan rumah yaitu Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko. Bagi masyarakat Cape Verde, keberhasilan ini menjadi sumber kebanggaan nasional yang luar biasa.
Bahkan, bagi diaspora mereka yang tersebar di berbagai negara, dukungan dan sambutan meriah datang dari berbagai penjuru dunia, termasuk dari komunitas Afrika yang menilai pencapaian Cape Verde sebagai bukti nyata kemajuan sepak bola benua hitam. Dari statistik dan ekonomi sepak bola, Cape Verde juga menunjukkan keunggulan yang menarik untuk dibandingkan dengan negara-negara berkembang lain seperti Indonesia. Meski memiliki jumlah penduduk jauh lebih kecil, sepak bola Cape Verde justru lebih maju dan kompetitif.
Berdasarkan peringkat FIFA terbaru, mereka menempati urutan ke-72 dunia dengan perolehan 1.344,37 poin. Sedangkan Indonesia masih berada di bawah posisi tersebut. Dari segi nilai pasar, tim nasional Cape Verde juga sedikit lebih tinggi, yaitu mencapai 37,85 juta euro atau sekitar Rp657,9 miliar.
Angka ini sedikit di atas nilai pasar timnas Indonesia yang berada di kisaran 36,93 juta euro atau sekitar Rp641,82 miliar. Perbandingan ini menunjukkan bahwa pemain-pemain Cape Verde memiliki nilai jual dan daya saing yang lebih tinggi di pasar sepak bola global. Selain itu, jumlah pemain Cape Verde yang bermain di luar negeri juga lebih banyak, yaitu mencapai 24 pemain dari total squad utama.
Di sisi lain, timnas Indonesia memiliki 21 pemain abroad yang sebagian besar merupakan pemain naturalisasi, bukan hasil pembinaan dari sistem sepak bola nasional. Perbedaan ini menegaskan bahwa Cape Verde memiliki sistem pengembangan pemain yang lebih mapan, meski dalam skala yang lebih kecil. Salah satu pemain Cape Verde yang cukup dikenal di Indonesia adalah Yuran Fernandez, seorang back yang bermain untuk PSM Makassar.
Menariknya, Yuran sempat menimbulkan kontroversi lewat unggahan media sosialnya yang menyinggung kondisi sepak bola Indonesia. Ia menyebut bahwa sepak bola Indonesia masih jauh dari kata profesional karena persoalan korupsi dan tata kelola yang tidak sehat. Dalam tulisannya, Yuran menyindir bahwa sepak bola Indonesia lebih cocok bagi pemain yang hanya ingin mencari uang, bukan bagi mereka yang ingin bermain secara serius dan profesional.
Meski komentarnya menuai kritik, pernyataan itu mencerminkan perbedaan atmosfer dan sistem antara dua negara. Keberhasilan Cape Verde melangkah ke piala dunia menjadi inspirasi bagi banyak negara kecil lainnya. Mereka menunjukkan bahwa dengan manajemen yang tepat, strategi jangka panjang, serta semangat nasionalisme yang tinggi, impian besar bisa diwujudkan meski berasal dari negara kecil di tengah samudera Atlantik.