
Lensa Bola – Tottenham Hotspur memulai musim 2024-2025 dengan langkah mengejutkan. Klub asal London Utara itu mengambil keputusan berani dengan berpisah dari Ange Postecoglou, pelatih yang baru saja mempersembahkan Trophy Liga Eropa. Keputusan itu tampak beresiko, karena Postecoglou tidak hanya memberi gelar, melainkan juga menghadirkan identitas permainan atraktif yang mulai melekat pada tim dan disukai oleh para supporter.
Namun, manajemen Spurs nampaknya memiliki visi lain, yaitu membangun sebuah prospek jangka panjang yang lebih kokoh dan konsisten di level domestik. Atas dasar itulah, mereka menunjuk Thomas Frank sebagai manajer baru. Thomas Frank, pelatih asal Denmark berusia 51 tahun, sudah cukup dikenal dalam sepak bola Inggris.
Ia memulai perjalanan di Brentford sejak 2016 sebagai asisten, lalu naik jabatan menjadi manajer pada 2018. Sejak saat itu, Frank berhasil mengubah nasib The Beast. Ia membawa klub itu promosi dari Championship ke Premier League dan menjaga mereka tetap bertahan di kasta tertinggi selama 4 musim beruntun.
Di tangan Frank, Brentford tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga berhasil tampil dengan kompetitif. Musim lalu misalnya, mereka berhasil mencetak 66 gol dan menempati posisi kelima dalam daftar tim tertajam di Liga. Sebuah pencapaian luar biasa bagi klub yang sesumbar dayanya terbatas.
Ciri khas tim Aswan Frank adalah keberanian dalam duel udara, disiplin kolektif, serta kemampuan menyerang dengan variasi yang membuat lawan sulit menebak. Identitas inilah yang kini ia bawa ke London Utara untuk membentuk wajah baru Tottenham. Langkah awal Frank bersama dengan Tottenham pun terbukti manis.
Dalam dua pekan perdana Premier League 2024-2025, ia langsung mempersembahkan dua kemenangan penting yang menandai era baru klub. Pada lagap pertama, Tottenham berhasil menang 3-0 atas Burnley, kemenangan telak yang memperlihatkan bahwa Frank mampu memberi energi baru dalam permainan tim. Namun, ujian sejati datang di pekan kedua ketika Spurs harus menghadapi Manchester City di Etihad Stadium.
Menghadapi tim besar dengan pelatih sekaliber Pep Guardiola tentu bukanlah perkara yang mudah. Terlebih, City dikenal memiliki rekor kandang yang menakutkan. Banyak yang meragukan kemampuan Spurs dalam laga tersebut, tetapi justru disitulah kejutan terjadi.
Tottenham tampil dengan disiplin, efektif, dan akhirnya menang 2-0. Pertandingan itu berjalan dengan intens sejak awal. Pada menit ke-35, Brennan Johnson membuka keunggulan Spurs setelah memanfaatkan umpan matang dari Ricarlison.
Johnson yang berdiri bebas di depan gawang tanpa kawalan berhasil menceploskan bola dengan tenang. Keunggulan itu mengguncang Etihad Stadium. Memasuki injury time babak pertama, kesalahan fatal kiper City James Trafford memperbesar penderitaan tim tuan rumah.
Trafford salah mengoper bola di area pertahanan sendiri, yang kemudian direbut oleh Joe Pallinia dan langsung dieksekusi menjadi gol kedua. Sampai peluit panjang berbunyi, Tottenham berhasil menjaga keunggulan 2-0 dan menorehkan kemenangan bersejarah. Thomas Frank pun tak bisa menyembunyikan rasa puasnya setelah laga.
Ia mengatakan, sangat bangga dengan penampilan para pemain dan menilai performa tim malam itu sangat luar biasa. Ucapan itu mencerminkan keyakinan bahwa ia telah berhasil menularkan identitas barunya kepada Spurs hanya dalam waktu singkat. Kemenangan ini memiliki arti spesial.
Tottenham menjadi tim kedua dalam sejarah Premier League yang mampu mengalahkan Manchester City 2 kali beruntun di Etihad Stadium pada era Guardiola. Sebelumnya, Spurs juga pernah menang 4-0 pada 24 November 2024 dengan James Madison sebagai bintang melalui dua goalnya, ditambah sumbangan gol dari Pedro Porro dan Brennan Johnson. Satatan spesial ini hanya pernah diraih Manchester United yang sukses menang di Etihad Stadium pada musim 2019-2020 dengan skor 21, lalu mengulanginya di musim berikutnya dengan skor 2-0 melalui gol dari Bruno Fernandes dan Luke Shaw.
Fakta ini membuktikan bahwa kemenangan Tottenham kali ini bukan kebetulan, melainkan hasil dari strategi yang matang. Salah satu faktor utama keberhasilan Tottenham adalah kecerdekan taktis Thomas Frank. Dengan formasi 4-3-3, ia mampu memaksimalkan potensi para pemain yang ada.
Meski kehilangan Son Heung-min yang hengkang dan James Madison yang cedera, Tottenham tetap tampil solid. Frank menempatkan Joao Pallinha dan Rodrigo Bentancur sebagai jangkar lini tengah yang disiplin, bertugas memutus serangan lawan, sekaligus memulai transisi serangan. Sementara itu, Mohamed Kudus memberikan dimensi berbeda dengan kemampuan dribbling serta penetrasi yang menyulitkan pertahanan City.
Di sektor pertahanan, Christian Romero berhasil membuat Erling Haaland frustasi. Striker asal Norwegia itu hampir tidak mendapatkan ruang menembak sepanjang pertandingan. Di sisi lain, Nicky van de Ven menjaga rapat sisi kiri pertahanan dan mematikan alur serangan lawan.
Pallinha layak dilobatkan sebagai pemain terbaik di laga itu. Selain mencetak gol, ia juga mencatatkan kemenangan duel terbanyak di lapangan. Kudus pun menuai banyak pujian berkat kreativitas dan keberanian mengacak-acak lini belakang City.
Tottenham bukan hanya menang, tetapi juga memperlihatkan blueprint permainan baru yang bisa membuat mereka bersaing di papan atas. Tottenham bermain dengan kombinasi pressing agresif, transisi cepat, keseimbangan bertahan serta kreativitas menyerang. Meski awal musim berjalan dengan sempurna, Tottenham tidak ingin berpuas diri.
Klub masih memiliki ambisi besar untuk memperkuat squad. Dua nama yang masuk dalam daftar incaran utama adalah winger muda Brazil Savinho dan gelandang muda Argentina Nikopas. Savinho, pemain berusia 21 tahun yang kini dimiliki Manchester City, dipandang cocok dengan gaya permainan cepat dan menyerang yang dibangun oleh Thomas Frank.