
Lensa Bola – Tim nasional Indonesia U23 kembali harus menelan pil pahit setelah gagal meraih gelar juara piala AFF U23 2025 meskipun tampil sebagai tuan rumah. Harapan publik sepak bola nasional yang sangat tinggi akhirnya pupus di Stadion Utama Glora Bung Karno Jakarta selasa malam 29 Juli 2025. Garuda muda harus mengakui keunggulan tipis Vietnam dengan skor 1-0 dalam partai final yang berlangsung sengit.
Kekalahan ini menjadi pengulangan dari final edisi 2023 ketika Indonesia takluk di tangan Vietnam namun melalui adu penalti. Dua tahun berselang, mimpi Garuda muda kembali dihancurkan oleh lawan yang sama memperpanjang dominasi Vietnam atas Indonesia di level usia muda. Laga final piala AFF U23 2025 sejatinya berjalan menarik dan terbuka sejak menit awal.
Indonesia dan Vietnam sama-sama tampil dengan komposisi terbaik mereka. Pelatih Gerald Vanenburg menurunkan formasi 343 yang agresif berharap mampu mendominasi lini tengah dan menciptakan banyak peluang. Hasilnya, statistik menunjukkan bahwa Garuda muda tampil lebih dominan dengan penguasaan bola mencapai 68%.
Indonesia juga mencatatkan tujuh tembakan, dua di antaranya mengarah ke gawang. Namun sayangnya, dominasi tersebut tidak berbuah gol. Justru Vietnam yang berhasil mencuri peluang melalui skema serangan balik cepat dan mencetak gol lewat aksi Nguyen Cong Phuong pada menit ke-36.
Gol tersebut menjadi pembeda sekaligus membentuk kemenangan Vietnam yang berhasil mempertahankan gelar juara mereka. Di babak kedua, tim nasional Indonesia terus berusaha mencetak gol penyama kedudukan. Namun, hingga pulit panjang dibunyikan, Jans Raven dan kawan-kawan tak mampu menjebol gawang Vietnam.
Usai pertandingan, pelatih Gerald Vanenburg menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat Indonesia. Ia mengaku puas dengan usaha dan semangat juang para pemain, namun mengakui bahwa penyelesaian akhir masih menjadi kelemahan utama yang perlu segera dibenahi. Dalam pernyataannya, Vanenburg mengatakan bahwa para pemain telah menjalankan sistem permainan sesuai dengan instruksinya, tetapi efektivitas di depan gawang menjadi pekerjaan rumah besar.
Ia menambahkan bahwa Indonesia harus belajar mencetak gol lebih banyak, terutama ketika memiliki penguasaan bola dan tekanan tinggi terhadap lawan. Namun, kritik tajam terhadap permainan Indonesia datang dari legenda sepak bola nasional Ruli Nere. Ia menilai bahwa para pemain Indonesia tampil tidak efektif karena terlalu fokus pada pergerakan lawan ketimbang menjalankan pola permainan sendiri.
Menurutnya, hal itu membuat aliran bola menjadi tidak jelas dan minim variasi serangan. Ia bahkan menyebut bahwa bola kerap hanya digiring ke depan lalu kembali ke belakang tanpa ada progresi yang jelas. Tak hanya itu, Ruli juga menyoroti apsenya pemain dengan kemampuan individu tinggi yang mampu menjadi pembeda ketika permainan tim mengalami kebuntuan.
Dalam pandangannya, kekurangan pemain dengan kreativitas dan skill individu menjadi salah satu faktor gagalnya Indonesia mencetak gol dalam laga final. Selain aspek teknis, Ruli juga memberikan kritik terhadap sikap emosi para pemain. Ia menyayangkan respon berlebihan para pemain terhadap keputusan wasit yang dinilainya tidak mencerminkan sikap profesional.
Ia menyoroti beberapa momen ketika para pemain Indonesia langsung bergrombol mendatangi wasit setiap kali merasa dirugikan. Menurutnya, sikap seperti itu mencoreng citra tim nasional. Ia mengatakan bahwa bermain di level internasional menuntut kedewasaan emosional dan kemampuan menjaga sikap di tengah tekanan.
Laga final sendiri diwarnai oleh sejumlah insiden panas yang menunjukkan tingginya tensi pertandingan. Di akhir babak pertama, Frengky Missa melakukan pelanggaran terhadap pemain Vietnam yang kemudian memicu ketegangan. Donny Tripa Mungkas sempat meminta pemain Vietnam untuk segera bangkit namun justru mendapatkan dorongan fisik sebagai balasan.