
Lensa Bola – Pertandingan putaran kelima penyisihan grup Liga Champions musim 2025-2026 menghadirkan drama yang tidak terduga ketika Manchester City dipaksa menyerah oleh Bayer Leverkusen di Etihad Stadium. Laga tersebut sejak awal sudah memunculkan banyak tanda tanya, terutama setelah Pep Guardiola membuat keputusan besar dengan merombak susunan pemain. Tak tanggung-tanggung, pelatih asal Spanyol itu melakukan 10 perubahan dari skuad utama yang sebelumnya menelan kekalahan tipis 1-2 melawan Newcastle United dalam kompetisi Premier League.
Langkah ini awalnya diprediksi sebagai strategi penyegaran untuk mengembalikan energi dan semangat tim, namun justru berbalik menjadi bumerang. Ritme permainan City tampak tidak beraturan, intensitas mereka menurun drastis, dan transisi permainan yang biasanya mulus terlihat terhambat sejak fluid pertama dibunyikan. Meski tampil kurang meyakinkan, Manchester City sebenarnya memiliki peluang emas di awal laga.
Peluang tersebut hadir melalui aksi Nathan Ake yang melakukan tembakan keras dan memaksa kiper Leverkusen Mark Flecken melakukan penyelamatan cepat di tiang dekat. Namun setelah peluang tersebut, City gagal menjaga momentum. Leverkusen mulai menemukan pola permainan yang lebih percaya diri.
Serangan mereka tidak terburu-buru, melainkan dibangun dengan tenang dari sektor pertahanan menuju lini depan secara bertahap. Hasil dari kesabaran itu terbayar ketika kombinasi serangan rapi diakhiri oleh umpan matang Christian Kovane kepada Alex Grimaldo. Sang bek asal Spanyol melepaskan sepakan rendah akurat yang melewati jangkauan James Trevor dan menggetarkan gawang Manchester City.
Gol tersebut bukan sekadar pembuka skor, tetapi juga menjadi pukulan psikologis bagi Manchester City yang untuk pertama kalinya pada musim ini tertinggal dalam ajang Liga Champions. Tertinggal 0-1, City mencoba bangkit dan mencari celah untuk membalas. Salah satu peluang paling menjanjikan lahir dari kaki Tijani Reinders, namun Mark Flecken kembali menunjukkan kualitasnya sebagai penjaga gawang dengan refleks penyelamatan yang impresif.
Hingga babak pertama usai, Manchester City berkali-kali mencoba membangun serangan, tetapi kurangnya kreativitas serta koordinasi lini tengah membuat mereka kesulitan menembus pertahanan Leverkusen yang tampil disiplin. Memasuki ruang ganti, terlihat jelas bahwa Guardiola tidak puas dengan performa pasukannya. Ia segera melakukan perubahan taktik dengan memasukkan tiga pemain kreatif sekaligus, yaitu Phil Foden, Jeremy Doku, dan Nico O’Reilly.
Masuknya ketiga pemain tersebut jelas dimaksudkan untuk menambah variasi serangan dan menghidupkan kembali dinamika permainan City. Akan tetapi, perubahan itu tidak serta-merta berdampak instan. Justru, ketika City mulai berusaha menyusun ritme permainan yang lebih agresif, Bayer Leverkusen kembali memberikan kejutan.
Ibrahim Maza mengirimkan umpan terukur yang disambut oleh Patrick Sieck dengan sundulan halus. Bola mengarah mulus ke sudut gawang, dan Trevor kembali tak mampu berbuat banyak. Skor pun berubah menjadi 2-0 dan Etihad Stadium sontak terdiam.
Gol kedua ini menjadi titik balik yang membuat mental City semakin goyah, meski babak kedua baru berjalan kurang dari 10 menit. Tak ingin menyerah begitu saja, Guardiola kemudian memasukkan senjata utamanya Erling Haaland untuk bisa menambah daya gedor di lini serang. Harapan pun sempat muncul ketika Haaland memperoleh peluang emas saat berhadapan satu lawan satu dengan Flecken.
Namun lagi-lagi, kiper asal Belanda itu tampil sebagai pahlawan Leverkusen dengan menepis peluang bersih tersebut. Kepercayaan diri Leverkusen semakin meningkat, sementara City terus berjuang menemukan bentuk permainan terbaik mereka. Ryan Cherki juga hampir memperkecil kedudukan lewat eksekusi tendangan bebas yang indah.
Akan tetapi, Flecken kembali sigap menjaga gawangnya tetap aman. Menit-menit terakhir pertandingan menjadi ajang serangan bertubi-tubi Manchester City. Haaland tercatat memiliki setidaknya dua peluang berbahaya yang seharusnya mampu mengubah keadaan.
Namun, rapatnya pertahanan lawan dan penampilan fenomenal Flecken membuat semua upaya itu menjadi sia-sia. Bayer Leverkusen tidak hanya tampil disiplin dalam bertahan, tetapi juga berhasil menjaga fokus hingga detik terakhir. Ketika peluit panjang berbunyi, skor akhir tetap 2-0 untuk kemenangan Leverkusen.
Hasil ini terasa sangat pahit bagi skuad The Citizens yang selama ini dikenal sebagai tim terkuat Eropa, terutama di kandang sendiri. Kemenangan ini menjadi momen bersejarah bagi Leverkusen karena selain berhasil meraih 3 poin krusial, mereka juga mencatat kemenangan tandang kedua sepanjang sejarah Liga Champions ketika bertemu klub Inggris. Di sisi lain, bagi Pep Guardiola, laga ini justru menyisakan ironi pedih.
Pertandingan tersebut merupakan laga ke-100 Pep Guardiola di Liga Champions, momen yang seharusnya menjadi perayaan prestasi dan konsistensinya sebagai pelatih elite Eropa. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. City tampil di bawah standar, kehilangan intensitas, dan harus menyerah di depan pendukungnya sendiri.
Lebih buruk lagi, kekalahan ini sekaligus menghapus status tidak terkalahkan Manchester City di Liga Champions musim tersebut. Para supporter tentu tak menyangka bahwa laga bersejarah ini justru berakhir dengan kekecewaan besar. Situasi semakin kontras ketika mengingat bahwa kekalahan ini merupakan yang kedua secara beruntun bagi Manchester City.
Sebelumnya, mereka sudah tumbang 1-2 dari Newcastle United di Premier League. Dua hasil negatif berturut-turut ini tentu memunculkan kekhawatiran bahwa performa City sedang memasuki fase menurun. Sebaliknya, kemenangan ini menjadi dorongan besar bagi skuad Leverkusen asuhan Kasper Jullmann.
Berkat raihan 3 poin tersebut, mereka melonjak ke posisi 13 klasemen sementara grup dan kini hanya berjarak 2 poin dari Manchester City yang berada di peringkat ke-6. Gap yang semakin menipis ini membuka kembali persaingan memperebutkan tiket lolos ke fase gugur. Leverkusen kini bukan lagi sekadar peserta penyemarak grup, melainkan penantang serius yang mampu menumbangkan raksasa dengan permainan solid dan efisien.
Secara keseluruhan, pertandingan ini memperlihatkan bahwa rotasi besar-besaran tidak selalu membuahkan hasil positif. Manchester City yang biasanya menguasai jalannya pertandingan kali ini terlihat kehilangan arah. Kombinasi antarlini kurang padu, pressing tidak konsisten, dan terlalu banyak peluang yang terbuang percuma.
Leverkusen memanfaatkan setiap kelemahan itu dengan strategi matang, transisi cepat serta efisiensi tinggi dalam penyelesaian akhir. Faktor mental pun menjadi penentu. Ketika tertinggal, City tidak mampu bangkit dengan cepat, sedangkan Leverkusen bermain dengan ketenangan yang luar biasa.
Pep Guardiola harus mengevaluasi keputusan-keputusan taktisnya agar tim dapat kembali stabil. Sementara itu, Bayer Leverkusen layak mendapatkan pujian karena berhasil mematahkan dominasi City dan membawa pulang kemenangan berharga yang mengubah dinamika persaingan grup.






